Ketua Perhimpunan Magister Hukum Indonesia, Fadli Nasution mengatakan bahwa pergantian Kepala Kepolisian RI (Kapolri) tidak akan menjadi polemik jika langsung diserahkan sepenuhnya kepada Presiden saja. Namun, sebaliknya, hal itu menjadi polemik ketika melibatkan Lembaga Dewan Pilerwakilan Rakyat (DPR) untuk memberikan persetujuan terhadap sosok yang diajukan oleh Presiden.
"Jadi begini, soal pergantian Polri menjadi polemik ketika melibatkan lembaga politik(DPR). Kalau saja hanya menjadi domain internal polisi dan presiden, ini tidak akan menjadi polemik," kata Fadli dalam diskusi bertajuk 'Susah Gampang Cari Kapolri' di Gado-Gado Boplo Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu(11/6/2016).
Kata Fadli dengan masuknya DPR dalam ranah ini, maka pemilihan Kapolri ini menjadi serba politis. Pasalnya, tidak hanya di lingkukangan DPR saja yang menjadi politis, tetapi juga menyebar ke internal Polri itu sendiri.
"Sekarang,nama yang sudah dipilih oleh Presden diserahkan ke DPR untuk mendapat persetujuan. Disinilah yang menjadi polemik politik, karena tidak hanya di DPR, tetapi di internal polri juga ada pilitik hingga di eksternalnya," kata Fadli.
Namun, tidak hanya menghindari DPR dari pemilihan Kapolri agar tidak terjadi kegaduhan, Fadli juga menyarankan kepada Kapolri, Jenderal Polisi Badrodin Haiti untuk menyadari situasi saat ini yang sudah stabil. Untuk itu, dia menyarankan agar kepentingan regenerasi kepemimpinan di Polri harus terus dilanjutkan. Artinya, masa kerja Badrodin diharapkan tidak diperpanjang.
"Sekarang kondisi sudah stabil, saya kira, tidak seperti yang lalu terjadi kegaduhan politik hukum.Ini yang harus disadari oleh BH(Badrodin Haiti), bahwa beliau pada saat jadi Kapolri dulu, tidak pernah dia dicalonkan, tapi hanya BG(Budi Gunawan). Karena terjadi kegaduhan, barulah BH jadi Kapolri. Dalam situasi yang stabil ini, perlu dipertimbangkan regenerasi," kata Fadli.
Untuk diketahui, masa Badrodin menjabat sebagai Kapolri berakhir pasa tanggal 28 Juli 2016 nanti. Ada kemungkinan, apakah dia diganti atau malah diperpanjang oleh Presiden Joko Widodo. Apabila diganti, maka ada sejumlah nama siap mengiso kursi yang ditinggalkannya. Mereka adalah Sestama Lemhanas Komjen Pol Suhardi Alius, Kepala BNPT Komjen Pol Tito Karnavian, Kalemdikpol Komjen Pol Syafruddin, Inspektur Pengawasan Umum Komjen Pol Dwi Priyatno, Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan Komjen Pol Putut Eko Bayu Seno, dan Kepala BNN Komjen Pol Budi Waseso. Namun, hingga saat ini, belum diketahui apakah nama-nama itu sudah dikantongi Presiden atau belum.
Tetapi dari sejumlah nama tersebut, yang paling favorit adalah ada Komjen Pol Budi Gunawan dan Komjen Pol Budi Waseso.
Sosok Budi Gunawan sendiri sangat kontroversial dalam pemilihan Kapolri yang lalu. Nama Budi Gunawan mencuat setelah KPK menetapkannya menjadi tersangka. Status tersebut kemudian menggagalkan langkah Budi Gunawan menjadi kapolri, di detik-detik terakhir. Padahal, ketika itu dia merupakan calon tunggal Kapolri yang dipilih Presiden Jokowi.
Setelah KPK menjadikan Budi Gunawan tersangka, terjadilah ketegangan antara Polri dan KPK. Sejumlah komisioner KPK dilaporkan ke polisi. Bahkan, dua pimpinan KPK Abraham Samad dan Bambang Widjojanto kemudian dijadikan polisi sebagai tersangka.
Belakangan, gugatan praperadilan Budi Gunawan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dikabulkan dan status tersangkanya dianggap tidak sah. Tetapi, Presiden telah mencabut pencalonan Budi Gunawan menjadi Kapolri.