Suara.com - Seminggu sebelum duduk di kursi orang nomor satu Filipina, presiden terpilih Rodrigo Duterte ditampar pernyataan duta jurnalis PBB Cristof Heyns. Duterte dianggap tak bertanggung jawab dan tak diterima jurnalis Filipina karena menjadikan profesi wartawan sebagai target hukumnya.
Hal tersebut terkait pernyataan Duterte yang mengancam akan menghukum mati jurnalis jika terlibat dalam kejahatan korupsi.
"Komentarnya sangat tak bertanggung jawab dan ekstrim, dan tak bisa diterima oleh pemimpin manapun," kata Cristof.
"Pesan dalam pernyataan Duterte berisikan kekerasan dan pembunuhan. Padahal Filipina merupakan negara paling mematikan bagi wartawan di seluruh dunia," lanjutnya.
Sebelumnya, Duterte mengancam akan membunuh wartawan yang dianggap melakukan pelanggaran berat di bawah kepemimpinannya nanti.
"Sebagian besar yang dibunuh, sejujurnya, sudah melakukan pelanggarana. Kalian tidak akan dibunuh jika tak melakukan kesalahn," katanya waktu itu.
Seperti diketahui, 7 orang wartawan terbunuh pada 2015 lalu di Filipina. kejadian ini menempatkan Filipina sebagai negara keemapt paling rawan bagi pekerja media.
"Hanya karena kamu wartawan lalu kamu bisa terbebas dari hukuman mati?," tegas Duterte. Duterte kemudian mencontohkan kasus jurnalis Jun pala, yang dibunuh di Davao pada 2003 silam.
"Contohnya ada Pala. Bukan saya mau mengungkit-ungkit, tapi dia memang pantas mati," tandas Duterte. (The Guardian)