Suara.com - Koalisi Masyarakat Sipil Pilkada Berintegritas merupakan aliansi dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Indonesian Corruption Watch (ICW), Jaringan Pendidikan Pemilih Rakyat (JPPR), Kode Inisiatif dan IPC menilai, hasil Revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah memiliki banyak kelemahan.
Salah satu yang dipersoalkan adalah terkait penataan waktu penyelenggaraan Pilkada yang dinilai akan berselisih dengan masa jabatan beberapa kepala daerah. Di dalam ketentuan undang-undang Pilkada hasil revisi, disebutkan bahwa penyelenggaraan Pilkada serentak secara keseluruhan dipercepat, dari awalnya tahun 2027 menjadi 2024.
"Terkait dengan akhir masa jabatan kepala daerah tahun 2022 dan 2023 yang merupakan hasil Pilkada 2017 dan 2018, tidak akan dilaksanakan pemilihan kepala daerah, melainkan akan ditunjuk pelaksana tugas kepala daerah sampai dilaksanakan Pilkada serentak tahun 2024," kata koordinator JPPR, Fadli Ramdhanil, di Kedai Kopi Deli, Jakarta, Minggu (5/6/2016).
Menurutnya, dengan adanya ketentuan tersebut, maka pemerintah akan diberatkan dengan menunjuk ratusan pejabat pelaksana tugas kepala daerah.
"Hal ini penting untuk diperhatikan, karena akan ditunjuk 101 pejabat kepala daerah untuk kepala daerah yang masa jabatannya berakhir tahun 2022, dan 171 untuk kepala daerah yang berakhir pada tahun 2023," kata Fadli.
Dia pun mewanti-wanti, terkait stabilitas pemerintahan daerah beserta pelayanan publiknya, sampai terpilihnya kepala daerah baru yaitu tahun 2024.
"Pemerintah penting untuk menyiapkan sejumlah orang yang tidak sedikit, untuk menjadi pejabat kepala daerah, dengan jaminan bahwa kondisi tersebut tidak akan mengganggu penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pemenuhan pelayanan publik di daerah," tutur Fadli.