Suara.com - Simposium Nasional bertema ‘Mengamankan Pancasila Dari Ancaman Kebangkitan PKI dan Ideologi Lain’ selesai diselengggarakan selama dua di Balai Kartini. Simposium tersebut menghasilkan sembilan butir yang akan disampaikan kepada pemerintah.
Sembilan butir tersebut dibacakan oleh Wakil Ketua Umum Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan TNI /Polri Indonesia (FKPPI) Indra Bambang Utoyo. Simposium ini adalah simposium tragedi 1965 ‘tandingan’ yang digelar kelompok tentara dan polisi.
Pertama, sejarah mencatat telah terjadi pemberontakkan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahun 1948 di Madiun dan sekitarnya. Pemberontakan PKI juga terulang kembali pada tahun 1965.
"Dua Kali pemberontakkan PKI merupakan penghianatan terhadap Pancasila dan rakyat Indonesia. Tujuannya sangat jelas yaitu merebut kekuasaan yang apabila berhasil niscaya akan disusul dengan penggantian ideologi Pancasila dan komunisme," ujar Indra saat membacakan hasil rekomendasi di Balai Kartini, Jakarta, Kamis (2/6/2016).
Kedua pihak PKI harus meminta maaf kepada rakyat dan pemerintah Indonesia. Pasalnya PKI masih eksis dan sejak awal telah melakukan kongres sebanyak tiga kali dan berusaha memutarbalikkan fakta sejarah, menyebar video, film yang melimpahkan kesalahan kepada orde baru, TNI dan umat Islam.
Panitia sumposium pun bersyukur karena reaksi cepat dari rakyat dan pemerintah Indonesia, dua kali pemberontakkan PKI berhasil digagalkan dan Pancasila tetap ditegakkan.
"Namun kita semua sangat menyesalkan bahwa dalam kedua pemberontakkan PKI telah jatuh sejumlah korban jiwa baik TNI, rakyat dan pihak pemberontak PKI,"ucapnya.
Rekomendasi keempat, kata Bambang, terjadinya rekonsiliasi sosial dan politik secara alamiah di kalangan anak cucu para PKI yang terlibat dalam konflik masa lalu. Sehingga, kata Indra, tidak ada stigma yang tersisa bagi anak cucu mantan PKI dan organisasi yang ada di bawahnya. Kemudian hak sipil yang telah pulih kembali seperti menjadi anggota DPR/DPRD/ dan pejabat pemerintah lainnya tanpa ada yang mempermasalahkan.
"Untuk itu hendaknya kita tidak lagi mencari-cari jalan rekonsiliasi, tetapi mari kita kukuhkan dan mantapkan rekonsiliasi sosial dan politik secara alamiah,"katanya.
Kelima meminta pemerintah, LSM dan segenap masyarakat agar tidak lagi mengutak-atik kasus masa lalu. Karena bisa membangkitkan luka lama dan berpotensi memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa dan menimbulkan konflik horizontal berkepanjangan, yang bisa mengancam integrasi bangsa dan pelestarian NKRI.