Ada Apa Rizieq Shihab Ikut Datang ke Simposium Anti PKI?

Rabu, 01 Juni 2016 | 12:35 WIB
Ada Apa Rizieq Shihab Ikut Datang ke Simposium Anti PKI?
Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab hadiri acara simposium nasional bertema Mengamankan Pancasila Dari Ancaman Kebangkitan PKI dan Ideologi Lain di Balai Kartini, Jakarta, Rabu (1/6/2016). [suara.com/Ummi Hadyah Saleh]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Imam Besar Front Pembela Islam Habib Rizieq Shihab menghadiri acara simposium nasional bertema Mengamankan Pancasila Dari Ancaman Kebangkitan PKI dan Ideologi Lain yang diselenggarakan di Balai Kartini, Jakarta, Rabu (1/6/2016). Dia menjadi salah satu pemateri dari aspek Ideologi.

"Saya hadir ke sini, menimbulkan pertanyaan. Kenapa FPI ikut simposium? Apa anti PKI? Ikut-ikutan atau pembela Pancasila. Selama ini banyak yang bilang anti Pancasila, teroris, ISIS. Ini kesempatan saya untuk menyampaikan yang sebenarnya. FPI punya sikap, bagaimana menyikapi Islam sebagai agama dan pancasila dasar negara," kaa Rizieq.

Rizieq mengatakan Islam merupakan akidah dan Pancasila merupakan ideologi. Akidah, kata Rizieq, merupakan sumber mutlak dari Allah SWT yang tidak bisa ditawar lagi. Sementara ideologi merupakan sumber insani yang datang dari pemikiran manusia.

"Islam menolak semua ideologi yang bertentangan dengan Islam. Nah, sekarang pertanyaannya, apa pancasila bertentangan dengan Islam? Kalau bertentangan wajib tolak. Kalau tidak, tidak," kata Rizieq.

Rizieq menambahkan dalam pembukaan Undang-Undang 1945, NKRI berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

"Pasal 29, setiap warga negara bebas melakukan ibadah sesuai kepercayaan masing. Jadi, Pancasila tidak bertentangan dengan Islam," kata dia.

Itu sebabnya, dia mengajak umat Islam turut serta merawat dan memelihara Pancasila.

"Pancasila jangan sampai diselewengkan penafsirannya. Saya tidak sepakat. Kalau ada yang bilang Pancasila pilar negara, tapi ini dasar negara. Indonesia adalah berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa. Ini negara tauhid, bukan atheisme," katanya.

"Segala bentuk perbuatan yang bertentangan dengan ketuhanan maha esa, tidak boleh ada di Indonesia," Rizieq menambahkan.

Simposium dihadiri 49 organisasi, di antaranya FKPPI, Pemuda Pancasila, HMI, Ansor, GPII, FPI, HMPI, Forum Umat Islam, PMII, dan Perhimpunan Purnawirawan Angkatan Darat.

Simposium yang diketuai Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnakri dibuka oleh mantan Wakil Presiden Jenderal TNI Purnawirawan Try Soetrisno.

Kemarin, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Nasional Demokrat Teuku Taufiqulhadi menilai pengungkapan peristiwa 65 merupakan langkah kontraproduktif. Sebab, kata dia, akan banyak orang yang merasa dilukai kalau kasus tersebut kembali diangkat.

"Jika kasus 65 itu kembali di angkat kepermukaan, menurut saya itu adalah sikap yang kontraproduktif. Akan banyak orang yang merasa dilukai," kata Taufiq kepada Suara.com, Selasa (31/5/2016).

Pernyataan Taufiq terkait penyelenggaraan simposium nasional bertajuk Mengamankan Pancasila dari Ancaman Kebangkitan Partai Komunis Indonesia dan Ideologi yang akan diselenggarakan di Balai Sarbini, Jakarta, pada Rabu (1/6/2016) dan Kamis (2/6/2016).

Acara tersebut disebut-sebut sebagai simposium tandingan karena diselenggarakan setelah simposium nasional bertema Membedah Tragedi 1965 yang diselenggarakan di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, pada Senin (18/4/2016) dan Selasa (19/4/2016). Ketua Panitia Pengarah Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965 adalah Letjen (Purn) Agus Widjojo. Agus merupakan Gubernur Lemhanas. Simposium ini diprakarsai oleh Dewan Pertimbangan Presiden, Komnas HAM, Forum Solidaritas Anak Bangsa serta didukung Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan.

Taufiq menilai kedua simposium merupakan sikap yang tidak produktif dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara.

Taufiq tidak menyalahkan upaya pemerintah bersikap tegas terhadap kalangan yang menyebarkan ideologi komunis. Tindakan pemerintah, katanya, memiliki dasar hukum.

"Langkah Presiden itu saya kira sudah benar, untuk menindak semua orang yang mencoba menyebarkan ideologi komunis di Indonesia, itu ada dasar hukumnya, tap MPR itu," kata Taufiq.

Menurut Taufiq untuk mengantisipasi potensi konflik, perlu adanya konsolidasi secara kultural.

"Lebih baik kita konsolidasi kuktural saja," kata Taufiq.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI