Cuaca Ekstrem Tingkatkan Kadar Racun di Tanaman Pangan

Tomi Tresnady Suara.Com
Rabu, 01 Juni 2016 | 01:02 WIB
Cuaca Ekstrem Tingkatkan Kadar Racun di Tanaman Pangan
Ilustrasi global warming [shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ilmuwan memperingatkan bahwa sejumlah tanaman pangan memproduksi lebih banyak senyawa kimia dapat menyebabkan masalah kesehatan bagi manusia dan ternak yang mengonsumsinya.

Sebuah laporan baru yang dipublikasikan oleh United Nations Environment Programme (UNEP) mengatakan bahwa tanaman seperti gandum dan jagung menghasilkan lebih banyak racun potensial sebagai reaksi untuk melindungi diri dari cuaca ekstrem.

Tapi senyawa kimia ini berbahaya bagi manusia dan hewan jika dikonsumsi untuk jangka waktu lama, menurut sebuah laporan yang dikeluarkan dalam pertemuan Majelis Lingkungan Hidup PBB di Nairobi.

"Tanaman menanggapi kondisi kekeringan dan kenaikan suhu seperti apa yang manusia lakukan ketika berhadapan dengan situasi stres, "jelas Jacqueline McGlade, kepala ilmuwan dan direktur Divisi Peringatan Dini dan Penilaian UNEP.

Dalam kondisi normal, misalnya, tanaman mengkonversi nitrat yang mereka serap menjadi asam amino bergizi dan protein.

Tapi kekeringan berkepanjangan memperlambat atau mencegah konversi ini, yang memicu kelebihan nitrat di tanaman. Jika orang makan terlalu banyak nitrat dalam diet mereka, itu bisa mengganggu kemampuan sel darah merah untuk mengangkut oksigen dalam tubuh.

Tanaman yang rentan mengumpulkan terlalu banyak nitrat saat stres antara lain agung, gandum, barley, kacang kedelai, dan sorgum.

Kekeringan kemudian terkena hujan besar mendadak yang menyebabkan pertumbuhan yang cepat, pada gilirannya akan menumpuk hidrogen sianida, lebih dikenal sebagai asam prusik.

Asam prusik - salah satu bahan yang digunakan dalam beberapa jenis perang kimia - mengganggu aliran oksigen pada manusia. Bahkan paparan jangka pendek dapat melemahkan, kata McGlade.

Tanaman seperti singkong, rami, jagung dan sorgum paling rentan terhadap akumulasi asam prusik berbahaya.

Dia menambahkan, kasus keracunan nitrat atau hidrogen sianida pada manusia dilaporkan di Kenya pada 2013 dan di Filipina pada tahun 2005. Di Kenya, dua anak meninggal di pesisir Kilifi setelah makan singkong yang telah meningkatkadar asam prusiknya karena curah hujan ekstrim, menurut laporan media lokal.

Aflatoksin, yang dapat mempengaruhi tanaman dan meningkatkan resiko kerusakan hati , kanker dan kebutaan , serta pertumbuhan lambat pada janin dan bayi , juga menyebar ke daerah yang lebih luas akibat pergeseran pola cuaca akibat perubahan iklim, kata para ilmuwan .

McGlade mengatakan, sekitar 4,5 miliar orang di negara berkembang terpapar aflatoksin setiap tahun, meskipun sejumlah besar tidak terpantau, dan jumlahnya meningkat.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI