Suara.com - Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menegaskan proyek reklamasi Pulau G, Teluk Jakarta, akan tetap berlanjut kendati Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta mengabulkan gugatan Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta. Putusan pengadilan tersebut membatalkan surat keputusan gubernur terkait izin pelaksanaan reklamasi Pulau G kepada PT. Muara Wisesa Samudra.
Nantinya, pemerintah akan mengambil alih pengerjaan proyek Pulau G dengan meminta salah satu perusahaan BUMD DKI Jakarta melanjutkan reklamasi.
"Kita reklamasi tetap jalan pakai izin sendiri. Kita bisa pakai Jakpro kerjain," kata Ahok saat ditemui di RSUD Cengkareng, Jakarta Barat, Selasa (31/5/2016).
"Makanya dia cabut izinnya makanya kita proses lagi. Kita tinggal cari yang baru, Jakpro mau lagi nggak yang baru? Kita bisa lelang yang baru," kata dia.
Ahok mengatakan pemerintah Jakarta memiliki kewenangan penuh untuk mengeluarknan izin pelaksanaan reklamasi Teluk Jakarta. Sebelum mengeluarkan izin baru reklamasi Pulau G, pemerintah bakal mempelajari putusan PTUN.
Ahok mengatakan kontribusi tambahan 15 persen kepada pengembang juga akan diberlakukan kepada perusahaan BUMD yang nanti melanjutkan proyek Pulau G.
"Oh tetap yang kontribusi tambahan siapapun yang lakukan reklamasi harus ada kontribusi tambahan. BUMD kami pun berlaku sama," kata Ahok.
Sebelumnya, Hakim PTUN Jakarta mengabulkan gugatan nelayan dengan membatalkan SK Gubernur DKI Jakarta tentang Izin Pelaksanaan reklamasi Pulau G yang ditandatangani Ahok
Dalam putusan, Hakim Ketua Adhi Budhi Sulistyo mengabulkan seluruh gugatan dan membatalkan SK Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau G.
Hakim juga mengabulkan permohonan penundaan dan memerintahkan penangguhan pelaksanaan Surat Keputusan Gubernur DKI tersebut sampai putusan berkekuatan hukum tetap.
Dalam pertimbangan hukumnya, hakim menyatakan bahwa izin reklamasi melanggar hukum karena, satu, tidak dijadikannya UU Nomor 27 Tahun 2007 dan UU Nomor 1 Tahun 2014 sebagai dasar. Dua, tidak adanya rencana zonasi sebagaimana diamanatkan Pasal 7 ayat 1 UU 27 Tahun 2007. Tiga, proses penyusunan Amdal tidak partisipatif dan tidak melibatkan nelayan.
Empat, reklamasi tidak sesuai dengan prinsip pengadaan lahan untuk kepentingan umum sebagaimana UU Nomor 2 Tahun 2012. Lima, tidak ada kepentingan umum dalam reklamasi, hanya kepentingan bisnis semata. Enam, mengganggu obyek vital. Tujuh, menimbulkan dampak fisik, biologi, sosial ekonomi, dan infrastruktur. Tujuh, hakim menyatakan bahwa reklamasi menimbulkan kerusakan lingkungan, dan berdampak kerugian bagi para penggugat (nelayan).
Hakim juga menyatakan bahwa pelaksanaan reklamasi menimbulkan dampak mendesak sehingga harus ditangguhkan. Majelis berpendapat kerugian dan kepentingan mendesak itu jauh lebih penting daripada manfaat yang ditimbulkan dari reklamasi.
Dalam pertimbangan hukumnya, hakim menyatakan SK Gubernur tentang reklamasi Pulau G bertentangan dengan berbagai peraturan perundang-undangan dan juga bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik, khususnya ketelitian, kecermatan, dan kepastian hukum.