Dikalahkan Nelayan di PTUN Soal Reklamasi Pulau G, Ahok Santai

Selasa, 31 Mei 2016 | 20:25 WIB
Dikalahkan Nelayan di PTUN Soal Reklamasi Pulau G, Ahok Santai
Gubernur Basuki Tjahaja Purnama di rusunawa Pesakih, Daan Mogot, Jakarta Barat [suara.com/Bowo Raharjo]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) akan mempelajari putusan majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara yang mengabulkan gugatan Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta . Putusan pengadilan tersebut membatalkan Surat Keputusan Gubernur terkait izin pelaksanaan reklamasi Pulau G kepada PT. Muara Wisesa Samudra.

"Makanya kalau dia cabut itu kita mesti pelajari dulu dasar hukumnya apa," kata Ahok di RSUD Cengkareng, Jakarta Barat, Selasa (31/5/2016).

Menurutnya putusan yang memenangkan gugatan nelayan masih bisa dimentahkan lagi karena masih belum inkrah. Ahok juga mengatakan proyek reklamasi masih masih bisa dilanjutkan.

"Saya kira itu belum inkrah ya biarin aja. Buat saya itu nggak ada masalah. Kalau nelayan menang kan bisa gugat menggugat tunggu waktu," katanya.

Ahok tidak khawatir dengan putusan tersebut karena sebelumnya pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah memoratorium proyek reklamasi Teluk Jakarta hingga sejumlah syarat terpenuhi.

"Kan lagi pula sudah disetop dari lingkungan hidup. Kan disuruh benahi dulu," katanya.

Sebelumnya, Hakim PTUN Jakarta mengabulkan gugatan nelayan dengan membatalkan SK Gubernur DKI Jakarta tentang Izin Pelaksanaan reklamasi Pulau G yang ditandatangani Ahok

Dalam putusan, Hakim Ketua Adhi Budhi Sulistyo mengabulkan seluruh gugatan dan membatalkan SK Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau G.

Hakim juga mengabulkan permohonan penundaan dan memerintahkan penangguhan pelaksanaan Surat Keputusan Gubernur DKI tersebut sampai putusan berkekuatan hukum tetap.

Dalam pertimbangan hukumnya, hakim menyatakan bahwa izin reklamasi melanggar hukum karena, satu, tidak dijadikannya UU Nomor 27 Tahun 2007 dan UU Nomor 1 Tahun 2014 sebagai dasar. Dua, tidak adanya rencana zonasi sebagaimana diamanatkan Pasal 7 ayat 1 UU 27 Tahun 2007. Tiga, proses penyusunan Amdal tidak partisipatif dan tidak melibatkan nelayan. Empat, reklamasi tidak sesuai dengan prinsip pengadaan lahan untuk kepentingan umum sebagaimana UU Nomor 2 Tahun 2012. Lima, tidak ada kepentingan umum dalam reklamasi, hanya kepentingan bisnis semata. Enam, mengganggu obyek vital. Tujuh, menimbulkan dampak fisik, biologi, sosial ekonomi, dan infrastruktur. Tujuh, hakim menyatakan bahwa reklamasi menimbulkan kerusakan lingkungan, dan berdampak kerugian bagi para penggugat (nelayan).

Hakim juga menyatakan bahwa pelaksanaan reklamasi menimbulkan dampak mendesak sehingga harus ditangguhkan. Majelis berpendapat kerugian dan kepentingan mendesak itu jauh lebih penting daripada manfaat yang ditimbulkan dari reklamasi.

Dalam pertimbangan hukumnya, hakim menyatakan SK Gubernur tentang reklamasi Pulau G bertentangan dengan berbagai peraturan perundang-undangan dan juga bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik, khususnya ketelitian, kecermatan, dan kepastian hukum

REKOMENDASI

TERKINI