Suara.com - Direktur Utama Perusahan Listrik Negara, Sofyan Basir mendatangi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi pada Senin(30/5/2016) sore. Didampingi oleh Direktur Bisnis Regiaonal Jawa Baguan Tengah, Nasri Sebayang, Sofyan datang untuk berkonsultasi mengenai proyek pembangkit tenaga listrik 35 ribu Megawatt (MW)
"Membicarakan hal yang berkaitan dengan listrik 35 ribu megawatt sama 45 ribu kilometer transmisi. Kita mau menjelaskan bagaimana sistem pengamanannya, progresnya, terus penyelesaiannya seperti apa. kendala-kendlanya yang kita hadapi apa saja," kata Sofyan saat tiba di Gedung KPK Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan.
Untuk menghindari terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, Mantan Direktur Bank Rakyat Indonesia tersebut berharap KPK bisa ikut mengawal dalam setipa proses pembangunannya. Hal tersebut juga, kata Sofyan, untuk menghindari terjadinya penyimpangan.
"Kalau perlu kita minta dikawal, karena ada banyak kendala seperti dalam rangka pembebasan lahan, nah kan terjadi dispute harga. Kita harus beli lebih mahal dari masyarakat, nah itukan harus dikawal oleh aparat hukum, itu yang kita maksud," katanya.
Oleh karena itu, kedatangannya ke KPK juga ingin meminta agar dilakukan juga kajian terkait hal tersebut oleh KPK. Pasalnya, hingga saat ini sistem kerjanya belum ditetapkan.
"Kajian, nanti kita minta juga. Tapi sejauh ini belum ada izin yang bermasalah. Semuanya berjalan dengan baik," kata Sofyan.
Pemerintah telah berkomitmen untuk merealisasikan penyediaan listrik sebesar 35 ribu Megawatt dalam jangka waktu 5 tahun (2014-2019). Selama periode tersebut, pemerintah bersama PLN dan swasta akan membangun 109 pembangkit, masing-masing terdiri 35 proyek oleh PLN dengan total kapasitas 10.681 MW dan 74 proyek oleh swasta atau 'Independent Power Producer (IPP)' dengan total kapasitas 25.904 MW.
Pada tahun 2015 PLN menandatangani kontrak pembangkit sebesar 10 ribu MW sebagai tahap I dari total keseluruhan 35 ribu MW.
Dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi 6-7 persen setahun, penambahan kapasitas listrik di dalam negeri membutuhkan sedikitnya 7.000 megawatt (MW) per tahun. Artinya, ke depan penambahan kapasitas sebesar 35.000 MW menjadi suatu keharusan.
Kebutuhan sebesar 35 ribu MW tersebut telah dikukuhkan dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.
Komitmen pemerintah kembali ditegaskan oleh Presiden Joko Widodo saat memberi pengarahan kepada Direksi dan jajaran PLN beberapa waktu lalu. Presiden menegaskan bahwa target 35 ribu MW bukan target main-main, itu realistis. Jadi harus dicapai dengan kerja keras.
"Listrik yang cukup, adalah kunci bagi tercapainya pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat," kata Jokowi kala itu.
Dari 35 ribu MW pembangkit yang akan dibangun, dibutuhkan dana lebih dari 1.127 triliun rupiah. Oleh karena itu, keterlibatan pihak swasta atau IPP yang akan membangun 10.681 MW mutlak dibutuhkan.
Untuk mempermudah pihak swasta, dukungan pemerintah pun telah dilakukan melalui penerbitan dan pemberlakuan sejumlah regulasi, antara lain: UU Nomor 12 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2013 Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2014, Peraturan Menter ESDM Nomor 1 Tahun 2015, tentang Kerja Sama Penyediaan Tenaga Listrik dan Pemanfaatan Bersama Jaringan Tenaga Listrik, Peraturan Menteri ESDM Nomor 3 Tahun 2015 tentang tentang Prosedur Pembelian Tenaga Listrik dan Harga Patokan Pembelian Tenaga Listrik Dari PLTU Mulutt Tambang, PLTU Batubara, PLTG/PLTMG, Dan PLTA Oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Melalui Pemilihan Langsung dan Penunjukkan Langsung.
Untuk mendukung hal tersebut, pemerintah pun menetapkan beberapa strategi, diantaranya, mempercepat ketersediaan lahan dengan menerapkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang pembebasan lahan, menyediakan proses negosiasi harga dengan menetapkan harga patokan tertinggi untuk swasta dan excess power, dan mempercepat proses pengadaan dengan mengacu pada Permen ESDM Nomor 3 Tahun 2012 dengan alternatif penunjukan langsung atau pemilihan langsung untuk energi baru terbarukan (EBT), mulut tambang, gas marjinal, ekspansi, dan excess power. Selain itu memastikan juga kinerja pengembang dan kontraktor andal dan terpercaya melalui penerpan uji tuntas (due diligence)dan mengendalikan proyek melalui project management office (PMO) serta memperkuat koordinasi dengan para pemangku kepentingan terkait
Dengan tambahan kapasitas pembangkit beserta jaringan transmisinya, kebutuhan listrik nasional akan tercukupi sehingga rasio elektrifikasi pada tahun 2019 dapat mencapai 97 persen. Juga mendorong pertumbuhan ekonomi nasional melalui penyerapan tenaga kerja baru yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.