Suara.com - Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tak terasa sudah berjalan lebih dari dua tahun. Pemerintah dalam hal ini Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek pun mengevaluasi, masih terdapat beberapa kekurangan dalam pelaksanannya. Meski demikian ia mengatakan tetap ada sisi positif yang bisa diambil dari sistem asuransi kesehatan ini.
"Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ini baru berumur 2 tahun 5 bulan, kalau bayi baru lahir ini merupakan 1000 hari pertama kehidupan yang tentu ada negatifnya, tapi juga banyak positifnya yakni memudahkan akses masyarakat ke fasilitas kesehatan," ujar Menkes Nila pada 'Evaluasi JKN' di kawasan Gatot Soebroto, Jakarta, Senin (30/5/2016).
Peningkatan akses pelayanan kesehatan ini, disampaikan Menkes Nila memang berpihak pada masyarakat miskin. Ia mengatakan bahwa masyarakat miskin selama ini memiliki status kesehatan yang rendah karena faktor kemiskinan dan pendidikan yang rendah.
"Memang masyarakat miskin ini tingkat pendidikannya rendah sehingga mempengaruhi status kesehatannya. Namun dengan adanya sistem JKN, masyarakat miskin memiliki kemudahan untuk meningkatkan status kesehatannya melalui subsidi premium," ujar Menkes.
Meski demikian, ia tak memungkiri bahwa JKN masih belum sesuai dengan harapan masyarakat karena adanya tantangan dalam pelaksanaan JKN.
Tantangan pertama, menurut Menkes Nila, keterbatasan iuran JKN. Seperti diketahui pemerintah masih memberlakukan subsidi kepada kelompok penerima bantuan iuran (PBI) sebanyak 104.922.839 juta jiwa atau sekitar 63.25 persen dari keseluruhan peserta Jaminan Kesehatan Nasional.
"Keterbatasan iuran membuat pendapatan dari JKN juga terbatas, dan ini masih menjadi tantangan bagi kami," imbuhnya.
Kedua, adanya perbedaan risiko kesehatan yang diderita Penerima Bantuan Iuran (PBI) dengan kelompok non PBI. Peserta JKN golongan PBI lebih sering mengidap penyakit kronis dan katastropik seperti jantung, stroke, diabetes, kanker, dan gagal ginjal dibandingkan pada kelompok non PBI.
"Ketiga, adanya transisi epidimiologi, dari penyakit menular ke penyakit tidak menular. Bahkan 23.3 persen anggaran JKN didominasi untuk pembiayaan penyakit katastropik. Seharusnya didorong untuk pencegahan atau preventif," imbuhnya.
Tantangan keempat, lanjut Menkes Nila, belum meratanya fasilitas kesehatan, sumber daya manusia dan mutu pelayanan kesehatan di Indonesia. Menurut Menkes, penguatan pelayanan kesehatan merupakan bagian penting yakni dengan pemerataan akses, penguatan sistem rujukan, dan melibatkan pemangku kepentingan termasuk pemerintah daerah.
Terakhir adalah pembiayaan JKN yang hingga kini masih defisit. Hal ini dikarenakan pengeluaraan pembiayaan JKN masih lebih besar daripada pemasukan melalui iuran.
"Dengan evaluasi ini saya harapkan bisa dibicarakan bersama dari pihak RS, IDI, BPJS, DJSN, dan Kemenkes, sehingga kita sama-sama melihat dimana kekurangannya dan memberi asupan sehingga bisa lebih baik," pungkasnya.