Sekelompok ormas yang dimotori oleh purnawirawan TNI mengatasnamakan bela negara akan menggelar Simposium Nasional bertema "Mengamankan Pancasila Dari Ancaman Kebangkitan Partai Komunis Indonesia dan Ideologi lain" pada 1-2 Juni di Jakarta.
Forum ini merupakan simposium tandingan atas Simposium Nasional Tragedi 1965 yang diselenggarakan Pemerintah untuk menyelesaikan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu.
Besok, Senin (30/5) di Aula Gedung Dewan Dakwah Nasional Indonesia, Kramat, Senen, Jakarta Pusat, panitia simposium tandingan ini akan menggelar konfrensi pers terkait kegiatan tersebut.
Terkait hal itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan tidak mempersoalkannya. Bagi Luhut forum itu bukan simposium tandingan.
"Tidak ada tandingan-tandingan (Simposium)," kata Luhut saat dikonfirmasi usai menghadiri Rakernas PAN di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Minggu (29/5/2016) malam.
Luhut menilai simposium yang dipelopori oleh para purnawirawan TNI tersebut hal yang biasa dan diharapkan memberikan kontribusi dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat 1965.
"Nggak ada masalah, bagus-bagus saja. Biar tambah baik, biar makin banyak masukan dan selesainya masalah HAM tersebut," ujar dia.
Seperti diketahui, simposium tandingan itu didukung oleh Menteri Pertahanan RI, Ryamizard Ryacudu yang mana menolak penyelesaian panggaran HAM 65.
Sikap Ryamizard tersebut bertolak belakang dengan komitmen Presiden Joko Widodo yang menginginkan penyelesaian tragedi 65. Terkait itu, kata Luhut hal tersebut bukan konflik di internal Pemerintah.
"Tidak ada," tutur dia.
Suara.com - Luhut mengaku belum menerima undangan Simposium tersebut, meski telah mendapatkan pemberitahuan dari panitia. "Belum lihat (undangannya). Tapi mereka sudah beritahu saya."