Suara.com - Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengatakan pengurus RT dan RW tidak bisa memboikot pelaksanaan pemilihan kepala daerah DKI Jakarta tahun 2017. Penyelenggaraan pilkada, kata Ahok, sepenuhnya menjadi otoritas KPUD DKI Jakarta.
"Ya mana bisa boikot. Yang menyelenggarakan pilkada kan KPU DKI. Itu bukan ancam boikot pilkada, Itu lebih tepat saya terjemahin, 'kita ngancem nggak mau pilih lu'. Itu lebih tepat," ujar Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (27/10/2016).
Pernyataan Ahok untuk menanggapi ancaman puluhan ketua RT dan RW yang menolak perubahan sistem pembayaran uang operasional dengan diukur melalui kewajiban melaporkan kinerja via aplikasi Qlue. Mereka mengancam mundur dan memboikot penyelenggaraan pilkada ketika mengadu ke Komisi A DPRD DKI Jakarta pada Kamis (27/5/2016).
Ahok curiga motif puluhan pengurus RT dan RW itu mengandung unsur politis. Ahok meminta mereka yang menolak aturan pemerintah yang tertuang dalam SK Gubernur Nomor 903 Tahun 2016 tentang Pemberian Uang Penyelenggaraan Tugas dan Fungsi Rukun Tetangga dan Rukun Warga serta Pergub 168 Tahun 2014 tentang Pedoman RT RW DKI Jakarta untuk mengundurkan diri.
"Kalau kamu nggak politik, kalau kamu nggak demen, misalnya saya kerja di sini, saya musti masuk pagi, kayaknya gaji gak sesuai nih. Ya berenti dong. Jangan nyalon dong. Kalau demen ya demen kerja saja," Ahok menegaskan.
Seperti diketahui, saat ini, pemberian uang gaji buat ketua RT dan RW didasarkan pada laporan kinerja mereka lewat aplikasi Qlue. Dengan demikian kinerja mereka menjadi terukur dan transparan. Pendapatan mereka sekarang akan sangat tergantung dari laporan kinerja per hari. Para ketua RT diminta mengirimkan minimal tiga laporan per hari, untuk masing-masing laporan dibayar Rp10 ribu. Sedangkan untuk ketua RW masing-masing laporan akan dibayar Rp12.500. Dengan demikian, untuk ketua RT yang rajin bisa mendapat gaji sebulannya Rp975 ribu, sementara ketua RW Rp1,2 juta.