Suara.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo memastikan pihaknya akan menjerat pihak lain terkait kasus dugaan gratifikasi terkait pengajuan permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang didaftarkan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus). Saat ini, menurut Agus, penyidik masih mendalami pemeriksaan beberapa saksi, untuk membidik pihak lain yang nantinya akan ditetapkan sebagai tersangka
"Masih mengumpulkan keterangan. Yang pasti akan ada-lah tersangka lain nanti," kata Agus, saat ditemui di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (26/5/2016).
Selain itu, Agus menyatakan, KPK juga masih mendalami uang sebesar Rp1,7 miliar yang disita saat Satgas KPK menggeledah kediaman Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi Abdurachman. Pendalaman tersebut menurutnya dilakukan untuk menelisik dugaan keterlibatan Nurhadi terhadap kasus suap di lingkungan PN Jakpus.
"Belum ketahuan itu. Kemarin masih dilakukan pemeriksaan dia (Nurhadi). Sejauh ini masih crosscheck dugaan," kata dia.
Agus menambahkan jika saat ini pihaknya masih menelusuri keberadaan sopir Nurhadi, Royani, yang sebelumnya dua kali telah mangkir dari pemanggilan KPK. Agus mengatakan bahwa keterangan Royani sangat signifikan untuk mengembangkan kasus dugaan suap pejabat PN Jakpus tersebut.
"Ya, masih akan kita panggil. Belum tahu ya di mana. Yang pasti keterangannya dibutuhkan," kata Agus.
Diketahui dalam kasus ini, KPK telah menetapkan Panitera/Sekretaris PN Jakpus Edy Nasution dan seorang swasta, Doddy Aryanto Supeno, sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi terkait pengajuan permohonan PK yang didaftarkan di PN Jakpus. Kasus ini berawal dari penangkapan keduanya saat Satgas KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) di Hotel Accacia, Jalan Kramat Raya Jakpus, Rabu (20/4). Penangkapan dilakukan seusai Doddy memberikan uang Rp50 juta kepada Edy, dari komitmen seluruhnya Rp500 juta terkait pengurusan perkara di tingkat PK di PN Jakpus.
KPK menetapkan tersangka Edy Nasution dengan sangkaan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tentang penyelenggara negara yang menerima hadiah, dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Sementara sebagai pemberi suap, Doddy Aryanto Supeno disangkakan dengan pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke-1 tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara, dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun, ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.