Suara.com - Kepala Hubungan Masyarakat Mahkamah Agung Suhadi menegaskan mahkamah akan memberikan sanksi tegas kepada para hakim yang terbukti melanggar tiga peraturan ini.
"Pertama menyangkut masalah suap tindak pidana korupsi Pasal 6 Undang-Undang nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang 20 Tahun 2001. Jelas bahwa hakim advokat menerima suap diatur tersendiri mengenai hukumannya,"ujar Suhadi dalam jumpa pers di gedung MA, Jakarta, Jalan Merdeka Utara, Jakarta, Rabu (25/5/2016).
Kedua, aturan yang melingkupi jabatan hakim yang tercantum dalam peraturan pemerintah tentang disiplin pegawai negeri sipil.
"Kedua, hakim itu PNS. Ada aturan disiplin PP Nomor 53 Tahun 2010. Pengganti PP Nomor 30 Tahun 80 tentang disiplin PNS yang hukumannya bisa ringan, sedang, berat hingga pemecatan," kata Suhadi.
Ketiga, kode etik perilaku hakim yang telah disusun bersama MA dan Komisi Yudisial. Jika melanggar kode etik, hakim dikenakan sanksi ringan hingga sanksi pemecatan.
"Hakim juga terikat kode etik perilaku hakim yang disusun bersama MA dan KY. Hakim yang melanggar kode etik sudah diatur tata cara sanksinya. Bisa hukuman
ringan, sedang, berat sampai sanksi pemecatan,"ungkapnya.
Pernyataan Suhadi menyusul maraknya penegak hukum yang tertangkap KPK karena kasus suap. Seperti yang baru-baru ini terjadi, KPK menangkap Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang, Provinsi Bengkulu, Janner Purba, hakim Ad hoc Pengadilan Negeri Kota Bengkulu Toton, dan panitera PN Kota Bengkulu Badaruddin Amsori Bachsin alias Billy.
Mereka diduga menerima suap untuk melicinkan kasus yang sedang ditangani Pengadilan Tipikor Bengkulu, dari dua terdakwa yaitu mantan Kepala Bagian Keuangan Rumah Sakit Muhammad Yunus: Syafri Syafii, dan mantan Wakil Direktur Keuangan RS Muhammad Yunus: Edi Santroni.