Saat Ini Ada 37 Hakim dan Panitera yang Terindikasi Korup

Rabu, 25 Mei 2016 | 13:52 WIB
Saat Ini Ada 37 Hakim dan Panitera yang Terindikasi Korup
Pengamat hukum dari Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Bivitri Susanto dalam diskusi yang bertajuk Mahkamah Agung dan Mafia Peradilan di MMD Initiative [suara.com/Ummi Hadyah Saleh]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pengamat hukum dari Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Bivitri Susanto menyebutkan ada 37 hakim dan panitera pengadilan yang terindikasi terlibat kasus dugaan suap.

"Analisis kami sebenarnya 35 nama, itu semua yang di proses KPK baik OTT maupun kena kasus suap korupsi. Tapi, yang terbaru ada dua, jadi total 37 hakim dan panitera yang diduga terlibat kasus suap korupsi. Namun 37 itu belum semua diputuskan oleh pengadilan," ujar Bivitri dalam diskusi yang bertajuk Mahkamah Agung dan Mafia Peradilan di MMD Initiative, Jalan Dempo nomor 3, Matraman, Jakarta, Rabu (25/5/2016).

Dari jumlah yang disebutkan Bivitri, antara lain Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang, Provinsi Bengkulu, Janner Purba, yang ditangkap bersama dua orang lainnya, yakni hakim PN Kota Bengkulu Toton dan panitera PN Kota Bengkulu Badaruddin Amsori Bachsin alias Billy.

Meski di internal hakim ada pelatihan bagi hakim dan panitera, pelatihan tersebut tidak berpengaruh besar pada perilaku sebagian dari mereka.

"Ada model pelatihan hakim, tapi tidak terkoneksi langsung dengan perilaku korupsi. Tapi masalah mafia peradilan tetap ada," katanya.

Bivitri meminta Mahkamah Agung benar-benar melakukan pembenahan internal. MA, katanya, juga harus membuka diri untuk bekerjasama dengan Komisi Yudisial dalam membersihkan mafia peradilan.

"Yang harus dilakukan adalah MA belum merespon dengan baik. MA harus bisa merespon dengan baik dan membuka diri dengan KY, karena KY memiliki peta dan solusi untuk membenahi MA," kata Bivitri.

Tak hanya itu, MA juga harus bekerjasama dengan KPK. Pasalnya, KPK merupakan satu-satunya lembaga antikorupsi yang saat ini paling dipercaya masyarakat.

"Saya dengar KPK juga sudah menawarkan diri untuk membenahi MA. Ma juga harus membuka diri kepada KPK. Karena KPK punya cara kerja yang masuk ke institusi," kata Bivitri.

REKOMENDASI

TERKINI