Pelaksana Harian Kepala Biro Hubungan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi Yuyuk Andriati mengatakan Panitera Pengadilan Negeri Kota Bengkulu Badaruddin Amsori Bachsin alias Billy memiliki peran besar dalam mengatur perkara yang melibatkan Ketua PN Kepahiang Janner Purba.
"BAB (Billy) diduga berperan untuk mengatur peradilan itu," kata Yuyuk, Rabu (25/5/2016).
Kedua orang itu terjerat kasus dugaan suap pengamanan perkara dugaan korupsi honor Dewan Pembina Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Muhammad Yunus, Bengkulu, di Pengadilan Tipikor Bengkulu. Mereka ditangkap dalam operasi tangkap tangan pada Senin (23/5/2016) bersama tiga orang lainnya, yakni hakim PN Kota Bengkulu Toton, kemudian mantan Kepala Bagian Keuangan Rumah Sakit Muhammad Yunus: Syafri Syafii, dan mantan Wakil Direktur Keuangan RS Muhammad Yunus: Edi Santroni. Kelima orang ini sekarang sudah dijadikan tersangka.
Yuyuk belum mengetahui lebih jauh soal apakah Billy ikut mengatur pertemuan antara Janner dan Syafri Syafii. Dalam pertemuan itu, Janner menerima uang sebesar Rp150 juta dari Syafri sebagai pelicin kasus.
"Itu yang akan didalami penyidik nantinya," kata Yuyuk.
Perkara dugaan korupsi honor Dewan Pembina RSUD Dr. Muhammad Yunus bermula ketika Junaidi Hamsyah menjabat gubernur Bengkulu mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur Nomor Z.17XXXVIII tentang Tim Pembina Manajemen RSUD Dr. Muhammad Yunus. SK tersebut diduga bertentangan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 mengenai Dewan Pengawas.
Berdasarkan Permendagri tersebut, Badan Layanan Umum Daerah tidak mengenal tim pembina. Akibat SK yang dikeluarkan Junaidi, negara diduga mengalami kerugian sebesar Rp5,4 miliar.
Kasus ini kemudian bergulir ke Pengadilan Tipikor Bengkulu dengan terdakwa Syafri dan Edi. Dalam persidangan, PN Bengkulu kemudian menunjuk tiga anggota majelis hakim, yakni Janner, Toton, dan Siti Insirah.
Saat ini, sidang kasus tersebut ditunda karena dua hakimnya ditangkap KPK.
"BAB (Billy) diduga berperan untuk mengatur peradilan itu," kata Yuyuk, Rabu (25/5/2016).
Kedua orang itu terjerat kasus dugaan suap pengamanan perkara dugaan korupsi honor Dewan Pembina Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Muhammad Yunus, Bengkulu, di Pengadilan Tipikor Bengkulu. Mereka ditangkap dalam operasi tangkap tangan pada Senin (23/5/2016) bersama tiga orang lainnya, yakni hakim PN Kota Bengkulu Toton, kemudian mantan Kepala Bagian Keuangan Rumah Sakit Muhammad Yunus: Syafri Syafii, dan mantan Wakil Direktur Keuangan RS Muhammad Yunus: Edi Santroni. Kelima orang ini sekarang sudah dijadikan tersangka.
Yuyuk belum mengetahui lebih jauh soal apakah Billy ikut mengatur pertemuan antara Janner dan Syafri Syafii. Dalam pertemuan itu, Janner menerima uang sebesar Rp150 juta dari Syafri sebagai pelicin kasus.
"Itu yang akan didalami penyidik nantinya," kata Yuyuk.
Perkara dugaan korupsi honor Dewan Pembina RSUD Dr. Muhammad Yunus bermula ketika Junaidi Hamsyah menjabat gubernur Bengkulu mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur Nomor Z.17XXXVIII tentang Tim Pembina Manajemen RSUD Dr. Muhammad Yunus. SK tersebut diduga bertentangan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 mengenai Dewan Pengawas.
Berdasarkan Permendagri tersebut, Badan Layanan Umum Daerah tidak mengenal tim pembina. Akibat SK yang dikeluarkan Junaidi, negara diduga mengalami kerugian sebesar Rp5,4 miliar.
Kasus ini kemudian bergulir ke Pengadilan Tipikor Bengkulu dengan terdakwa Syafri dan Edi. Dalam persidangan, PN Bengkulu kemudian menunjuk tiga anggota majelis hakim, yakni Janner, Toton, dan Siti Insirah.
Saat ini, sidang kasus tersebut ditunda karena dua hakimnya ditangkap KPK.