Sempat Mangkir, Sekjen MA Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Selasa, 24 Mei 2016 | 11:44 WIB
Sempat Mangkir, Sekjen MA Akhirnya Penuhi Panggilan KPK
Sekjen MA, Nurhadi saat tiba di kantor KPK Selasa (24/5). Ia diperiksa sebagai saksi kasus dugaan gratifikasi terkait permohonan Peninjauan Kembali yang didaftarkan di PN Jakarta Pusat. (suara.com/Oke Atmaja)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi Abdurachman, Selasa (24/5/2016) akhirnya memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa sebagai saksi kasus dugaan gratifikasi terkait pengajuan permohonan Peninjauan Kembali yang didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

"Nanti ya, waktunya mepet," kata Nurhadi saat tiba di gedung KPK Jakarta.

Sebelumnya, Nurhadi pernah dipanggil pada Jumat (20/5/2016), namun ia tidak memenuhi panggilan tersebut. Nurhadi yang datang dengan mengenakan kemeja batik warna cokelat itu pun langsung masuk ke ruang tunggu steril KPK tanpa berkomentar lebih banyak mengenai pemeriksaannya tersebut.

Selain Nurhadi, KPK pada hari ini juga memanggil petinggi PT Paramount Enterprise Eddy Sindoro, seorang sopir bernama Kuzaeni, tiga petugas Polri bernama Fauzi Hadi Nugroho, Andi Yulianto dan Dwianto Budiawan. Enam orang tersebut diperiksa untuk tersangka Doddy Aryanto Supeno, pegawait PT Arta Pratama Anugerah.

KPK sudah mencegah Nurhadi dan Eddy bepergian keluar negeri terkait dengan penyidikan perkara ini. Rumah Nurhadi di Jalan Hang Lekir bahkan sudah digeledah pada 21 April dan ditemukan uang senilai total Rp1,7 miliar yang terdiri dari sejumlah pecahan mata uang asing.

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menyatakan bahwa uang tersebut terkait dengan perbuatan pidana sejumlah kasus.

"(Uang dari) kumpulan dari bermacam-macam kasus, itu yang sedang diteliti. Jumlah uangnya itu kasus A berapa, kasus B berapa itu sedang diteliti," kata Laode M Syarif beberapa waktu lalu.

KPK sedang mencari sopir Nurhadi bernama Royani karena Royani sudah dua kali dipanggil tapi tidak memenuhi panggilan tanpa keterangan sehingga Royani diduga disembunyikan. Royani diduga menjadi perantara penerima uang dari sejumlah pihak yang punya kasus di MA.

Satu konglomerasi bisnis diduga juga terlibat kasus ini karena sejumlah anak perusahaannya tengah berperkara di Mahkamah Agung. Doddy diduga sebagai orang yang menjadi orang yang menangani sejumlah perkara tersebut dan melaporkan kepada induk konglomerasi bisnis itu.

Kasus ini merupakan hasil OTT KPK pada Rabu (20/4/2016) di hotel Accacia Jalan Kramat Raya Jakpus dan mengamankan panitera/sekretaris PN Jakpus Edy Nasution dan seorang swasta Doddy Aryanto Supeno. Penangkapan dilakukan seusai Doddy memberikan uang Rp50 juta kepada Edy dari komitmen seluruhnya Rp500 juta terkait pengurusan perkara di tingkat PK di PN Jakpus.

KPK menetapkan dua tersangka yaitu Edy Nasution dengan sangkaan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tengan penyelenggara negara yang menerima hadiah dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Sebagai pemberi suap adalah Doddy Aryanto Supeno dengan sangkaan pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke-1 tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI