"Mungkin saja usaha yang berkali-kali saya rintis dengan modal pinjaman dari bank itu bukan rezeki saya dan mungkin saya diingatkan oleh Tuhan bahwa rezeki di jalur itu bukan hak saya. Ya ini, sekarang rezeki saya dari sampah. Meski kelihatannya buruk, rezeki dari sini halal dan sama sekali tidak merugikan orang lain," urainya.
Hal itulah yang meneguhkan Seladi untuk tetap bekerja jujur. Baginya, uang halal saja bisa dengan mudah hilang, apalagi yang haram. Mungkin dalam sekejap mata bisa saja sirna. "Yang terpenting bagi saya adalah niat. Kalau niatnya baik, apapun godaannya, kita pasti bisa melewatinya," ungkapnya.
Dan, yang terpenting, menurut Seladi, sekarang warga Malang sudah banyak yang tahu dan paham, tidak perlu menyuap untuk bisa mendapatkan SIM. Asalkan mereka mampu, pasti bisa. "Hal-hal kecil itulah yang selalu saya pegang teguh agar anak-anak saya kelak juga tidak tergoda dengan hal-hal yang merugikan orang lain," katanya.
Seladi masuk polisi tahun 1977. Pertama kali bertugas berpangkat bhayangkara dua (barada) di Kepolisian Resor Malang Kota. Seladi kini berpangkat bripka dan setahun lagi memasuki pensiun di usia 58 tahun.
Pemulung Sampah Meski profesinya sebagai seorang polisi dan ditempatkan di Satuan Lalulintas, tak membuat Bripka Seladi berdiam diri dan memanfaatkan profesi serta tempat tugasnya itu untuk mengeruk keuntungan. Seladi justru mencari tambahan di luar jam dinasnya dan mengais rezeki sebagai seorang pemulung sampah. "Walaupun mempunyai pekerjaan sampingan sebagai pemulung, setiap hari saya tetap menjalankan tugas sebagai polisi dengan melayani masyarakat. Menjadi pemulung saya lakukan di luar jam dinas," ucapnya.
Ditanya alasannya memilih menjadi pemulung dibanding pekerjaan lainnya, polisi kelahiran 21 Februari itu mengaku pemulung bukanlah pekerjaan yang merugikan orang lain, bahkan Seladi mengaku tak merasa malu jika harus mengumpulkan sampah dari masyarakat. "Saya memilah barang yang sudah dibuang orang sehingga tidak akan merugikan orang lain," tuturnya.
Memilih pekerjaan sampingan sebagai pemulung dilakoni bapak tiga anak tersebut sejak tahun 2004 silam. Dari hasil memilah sampah, Bripka Seladi bisa mendapatkan penghasilan antara Rp50 ribu hingga Rp75 ribu per hari. "Semakin kita bekerja keras mengumpulkan dan memilah sampah, semakin banyak uang yang dihasilkan, yang penting halal. Bagi saya, uang tidak halal tidak akan membawa berkah," kata pria yang menjadi polisi sejak 1977 ini.
Awalnya, Seladi hanya memulung sampah di kawasan Polres Malang Kota. Namun, saat mulai ada orang lain mengambil sampah di sana, Seladi bergeser ke tempat lain. Ia terus memulung ke sejumlah lokasi di Kota Malang. Akhirnya, ia fokus memulung sampah kereta di Stasiun Kotabaru Malang. Ia menganggap rezeki itu sudah sangat berlimpah, itu pun sudah kewalahan menanganinya. Padahal, ia telah dibantu oleh anak dan dua pekerjanya.
Keterlibatan anak dan keluarganya, bukan karena ingin mempekerjakan anak, tetapi bertujuan untuk mendidik anaknya mengenai makna kerja keras dan nilai kejujuran. "Saya mengajari anak saya untuk mau bekerja keras agar mendapatkan uang. Kerja itu berat. Mencari rezeki tidak gampang. Makanya, saya ajari anak bekerja keras seperti ini. Ini rezeki berlimpah, tetapi banyak orang enggan menyentuhnya," ucapnya.
Untuk memilah sampah yang sudah dikumpulkannya bersama anak dan istrinya, Seladi tidak perlu jauh-jauh, karena lokasi "gudang"-nya itu tidak jauh dari kantor SIM , sekitar 200 meter. Rumah kosong itu milik kenalan Seladi yang diperbolehkan sebagai tempat penampungan sampah.