Suara.com - Pemerintah dan Komisi II DPR sepakat semua orang yang berstatus tersangka dan bekas narapidana tidak boleh mendaftar ikut dalam pemilihan kepala daerah. Apalagi tersangka kasus kekerasan seksual, narkoba, teroris, dan korupsi. Hal ini terkait revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah.
"Kami sepaham untuk itu. Teknisnya nanti bisa di batang tubuh UU Pilkada atau PKPU," kata Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarul Zaman di DPR, Senin (23/5/2016).
Rambe mengatakan ada usulan agar kandidat yang pernah menjadi narapidana mengakuinya menjelang pemilihan. Dengan demikian, masyarakat tahu siapa kandidat.
"Kalau dia pernah di penjara, akui saja. Misalnya, 'saya pernah dipenjara enam bulan, satu tahun, 10 tahun.' Biar pemilih tahu," kata anggota Fraksi Golkar.
Dia menambahkan revisi UU Pilkada sekarang terus berlangsung. Pekan depan diharapkan pembahasannya sudah bisa dibawa ke rapat paripurna untuk disetujui menjadi UU.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyebutkan sejumlah poin perubahan yang akan diusulkan terkait revisi UU Pilkada.
Dalam revisi tersebut, antara lain akan dibahas mengenai posisi calon kepala daerah yang telah ditetapkan menjadi tersangka.
"Hal itu nanti akan disampaikan dalam pembahasan karena cukup krusial. Ada juga partai politik yang mengusung calon kepala daerah yang menjadi tersangka, dan bahkan menang," ujar Tjahjo di Jakarta beberapa waktu yang lalu.