60 Ribu Orang Tewas Disiksa dan Sekarat di Penjara Suriah

Minggu, 22 Mei 2016 | 06:35 WIB
60 Ribu Orang Tewas Disiksa dan Sekarat di Penjara Suriah
Seorang ibu yang terluka akibat serangan udara ke sebuah kawasan di Kota Aleppo, Suriah. (Reuters)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sebuah laporan dari LSM hak asasi manusia internasional di Inggris, Syrian Observatory for Human Rights mencatat ada 60 ribu orang yang tewas disiksa dan sekarat di penjara Suriah. Mereka dituduh negara sebagai pemberontak.

Jumlah tersebut didapat dari sumber-seumber pemerintah suriah. Kematian itu terjadi sejak 5 tahun terakhir, tepatnya sejak Maret 2011.

"Sejak Maret 2011, setidaknya 60.000 orang kehilangan nyawa mereka untuk penyiksaan atau kondisi yang mengerikan, terutama kurangnya obat-obatan atau makanan, di penjara rezim," kata pimpinan Observatorium, Rami Abdel Rahman.

Sementara, Staffan de Mistura, utusan PBB khusus untuk Suriah, baru-baru ini memperkirakan bahwa 400.000 orang telah meninggal sepanjang lima tahun terakhir.

Namun menghitung korban tewas yang tepat tidak mungkin bisa dilakukan. Sebab di Suriah pernah terjadi penghilangan paksa puluhan ribu warga Suriah. Nadim Houry, seorang peneliti Timur Tengah berbasis di Beirut mengakui hal itu. Lembaganya, Human Rights Watch (HRW) menuduh pemerintah Suriah di balik penyiksaan itu.

Dalam sebuah laporan yang diterbitkan Desember lalu, HRW menyimpulkan bahwa foto-foto mendokumentasikan kematian lebih dari 28.000 kematian di tahanan pemerintah.

"Belum ada kemajuan tahanan. Seluruh dunia melihat penahanan skala besar dan kematian dalam foto Caesar, dan meskipun semua ini, tidak ada reaksi," kata Houry.

Februari 2016 laporan, Dewan Hak Asasi Manusia PBB menuduh pemerintah dan oposisi kedua pasukan, termasuk al-Nusra dan ISIS juga melakukan penyiksaan. Mereka melakukan kejahatan perang.

"Melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan pembunuhan dan penyiksaan, dan kejahatan perang," begitu catat Dewan HAM PBB. (aljazeera)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI