Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo menyoroti perjanjian kerjasama antara Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan perusahaan pengembang reklamasi Teluk Jakarta. Perjanjian ini belakangan disebut media sebagai "perjanjian preman" karena disinyalir tidak berlandaskan pada payung hukum yang jelas.
"Kalau tidak ada peraturannya, berarti kita tanda tanya besar dong, peraturannya harus disiapkan dulu," kata Agus kepada di gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat (20/5/2016).
Saat ini, KPK tengah menangani kasus dugaan suap dalam pembahasan reklamasi Teluk Jakarta. Kasus ini telah menjerat tiga orang menjadi tersangka. Informasi-informasi baru terungkap di tengah proses penggarapan kasus.
Agus mengatakan semua perjanjian yang dibuat pemerintah harus berlandaskan peraturan perundang-undangan. Kalau tak ada peraturan di tingkat pusat, bisa dibuat peraturan daerah atau peraturan gubernur.
"Jangan kemudian kita kalau sebagai birokrat bertindak sesuatu tanpa ada acuan perundang-undangannya itu kan tidak boleh," kata Agus.
Menurutnya semestinya perjanjian Ahok dengan pengembang reklamasi dibuat dengan menunggu peraturan daerah terbit. Apabila hal tersebut dipenuhi, sempurnalah prosesnya.
Seperti diketahui, Ahok telah membuat perjanjian dengan pengembang untuk meminta kontribusi tambahan kepada mereka terkait reklamasi Teluk Jakarta. Perjanjian dibuat karena Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tak kunjung mengesahkan peraturan daerah tentang reklamasi Teluk Jakarta.
"Kalau perjanjian itu kan kamu suka sama suka, berarti kuat dong. Kerja sama bisnis kok. Ya kalau nggak ada perjanjian kan nggak kuat. Makanya sebelum saya tetapkan itu, saya ikat dulu pakai perjanjian kerjasama," kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta beberapa waktu lalu.
"Kalau tidak ada peraturannya, berarti kita tanda tanya besar dong, peraturannya harus disiapkan dulu," kata Agus kepada di gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat (20/5/2016).
Saat ini, KPK tengah menangani kasus dugaan suap dalam pembahasan reklamasi Teluk Jakarta. Kasus ini telah menjerat tiga orang menjadi tersangka. Informasi-informasi baru terungkap di tengah proses penggarapan kasus.
Agus mengatakan semua perjanjian yang dibuat pemerintah harus berlandaskan peraturan perundang-undangan. Kalau tak ada peraturan di tingkat pusat, bisa dibuat peraturan daerah atau peraturan gubernur.
"Jangan kemudian kita kalau sebagai birokrat bertindak sesuatu tanpa ada acuan perundang-undangannya itu kan tidak boleh," kata Agus.
Menurutnya semestinya perjanjian Ahok dengan pengembang reklamasi dibuat dengan menunggu peraturan daerah terbit. Apabila hal tersebut dipenuhi, sempurnalah prosesnya.
Seperti diketahui, Ahok telah membuat perjanjian dengan pengembang untuk meminta kontribusi tambahan kepada mereka terkait reklamasi Teluk Jakarta. Perjanjian dibuat karena Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tak kunjung mengesahkan peraturan daerah tentang reklamasi Teluk Jakarta.
"Kalau perjanjian itu kan kamu suka sama suka, berarti kuat dong. Kerja sama bisnis kok. Ya kalau nggak ada perjanjian kan nggak kuat. Makanya sebelum saya tetapkan itu, saya ikat dulu pakai perjanjian kerjasama," kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta beberapa waktu lalu.