Suara.com - Ketua Setara Institute Hendardi menilai perbedaan sikap antara Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu dan perintah Presiden Joko Widodo atas penyelesaian persoalan peristiwa 1965 menunjukkan belum adanya kekompakan.
"Menggambarkan bahwa dalam tubuh pemerintah belum satu padu dalam memandang persoalan peristiwa 1965," kata Hendardi kepada Suara.com, Kamis (19/5/2016).
Sampai saat ini, katanya, Menhan masih melihat aspirasi pengungkapan kebenaran dan remedy bagi korban sebagai ancaman bagi ketahanan negara.
"Karena itu justru tindakan represif penanganan 'kebangkitan PKI' yang jadi pilihan kebijakannya," kata Hendardi.
Sedangkan Jokowi lebih melihat dimensi kemanusiaan sehingga jika betul-betul ada kemanusiaan yang diciderai di masa lalu, maka harus dipulihkan.
"Saya kira Jokowi perlu memimpin upaya-upaya ini sehingga tidak berbelok. Untuk membantu Presiden menjalankan kewajiban mengungkap kebenaran, Jokowi bisa membentuk Komisi Kepresidenan yang langsung di bawah kendalinya. Inilah yang dijanjikan Jokowi dalam Nawa Cita," kata Hendardi.