Kejanggalan Versi Polisi dalam Kasus Kematian Suporter Persija

Selasa, 17 Mei 2016 | 20:32 WIB
Kejanggalan Versi Polisi dalam Kasus Kematian Suporter Persija
Ayah almarhum Fahreza, Syamsudin (55), dan kakaknya, Yatna [suara.com/Leonard Ardy Konay]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Polisi masih menyelidiki kematian suporter Persija Jakarta, Muhammad Fahreza (16). Sampai hari ini belum ketahuan siapa sesungguhnya pelakunya, tetapi kalau menurut keterangan korban sebelum menghembuskan nafas terakhir, pelakunya anggota polisi.

Fahreza meninggal dunia pada Minggu (15/5/2016). Dia dianiaya saat menonton pertandingan antara Persija Jakarta dan Persela Lamongan pada Jumat (13/5/2016) malam. Sebelum meninggal, dia dirawat di Rumah Sakit Marinir, Cilandak selama dua hari.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Awi Setiyono mengatakan sudah diterjunkan tim untuk mengusut.

"Jadi tim dari Div Propam Polda Metro Jaya dan Polres Jaksel karena memang informasi awal kita tidak tau TPK di mana karena masih simpang siur makanya Polres Jaksel kita turunkan untuk melakukan penyelidikan di lapangan dan keluarga korban," kata Awi di Polda Metro Jaya, Selasa (17/5/2016).

Tim dari Bidang Kedokteran dan Kesehatan Polda Metro Jaya juga telah meminta keterangan RS Marinir, Cilandak.

"Korban sempat di rawat di RS Cilandak pada tanggal 14 Mei, kemudian kita temukan registrasi keluarga pasien. Di situ kita temukan fakta-fakta yang mengejutkan kita semua," kata Awi.

Awi mengatakan berdasarkan laporan dari RS Marinir, Fahreza merupakan korban kecelakaan lalu lintas usai nonton sepak bola. Hal itu didasarkan pada keterangan keluarga yang mengantar Fahreza ke rumah sakit.

"Keterangan keluarga korban, saat itu Fahreza tidak mengenakan helm sehingga terluka di bagian kepala dan tangannya," kata Awi.

Selanjutnya, polisi mencocokkan foto kondisi luka-luka yang dialami Fahreza.

Polisi, kata Awi, juga meminta keterangan keluarga Fahreza sekaligus mencari tahu mengenai apakah betul Fahreza korban kecelakaan lalu lintas.

"Kita sampaikan ke keluarga korban, kita tanyakan ini yang betul ada masalah kerusuhan di GBK namun mengapa di RS Cilandak ada keterangan demikian (kecelakaan)," kata dia.

Polisi pun menaruh curiga dengan motif keluarga saat membawa Fahreza ke RS Marinir.

"Jadi ini dibuat dengan maksud ingin mendapatkan asuransi Jasa Raharja. Namun karena proses itu harus melalui laporan polisi, ternyata keluarga almarhum tidak mengurusnya. Jadi itu sementara yang kita temukan," kata Awi.

Pagi tadi, Suara.com menemui ayah dari almarhum, Syamsudin (55). Syamsudin menceritakan peristiwa hari itu. Dia mengakui sempat berbohong kepada petugas RS Marinir. Tapi ada alasannya.

"Saya bawa Reza ke RS. Marinir Cilandak. Di situ saya bohong, saya bilang anak saya jatuh dari motor supaya Reza diterima di rumah sakit itu," kata Syamsudin ketika ditemui Suara.com di rumah duka, Jalan M. Kahfi 1, Gang Sawo, RT 4, RW 1, Kelurahan Cipedak, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.

Kakak korban, Yatna, mengatakan hal itu terpaksa dilakukan karena sebelumnya ada rumah sakit yang menolak merawat Fahreza dengan berbagai macam alasan.

"Saya jujur saja, saya kesel, dendam, nggak nyangka kenapa ada rumah sakit kayak gitu. Ada dua rumah sakit kasih tanggapan yang nggak memuaskan. Apalagi mereka sambil buang muka," kata Yatna.

Yatna dapat memaklumi kenapa ayahnya berbohong kepada petugas rumah sakit.

"Ya itu wajar kan. Coba kalau kasih tahu yang sebenarnya, udah pasti kan kita ditolak. Malah saya juga nggak bilang kalau saya datang bukan dengan BPJS. Saya bilang saya ke sini dengan uang cash," kata Yatna.

Keluarga Fahreza menyebutkan ada 10 rumah sakit yang menolak untuk merawat Fahreza ketika itu. Ketika ditemui Suara.com, dia menunjukkan catatan nama-nama rumah sakit yang telah menolak.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI