Presiden Joko Widodo memberikan pidato kunci dalam acara "The 7th Asian Leadership Conference" di The Shilla Hotel, Seoul, Korea Selatan, Selasa (17/5/2016).
Konferensi ini merupakan diselenggarakan oleh THE CHOSUNILBO dengan menghimpun para ahli dari seluruh dunia untuk berbagi mengenai wawasan dan inovasi. Dalam pidatonya pada konferensi tersebut, Presiden Jokowi berbagi pengalamannya mengenai bagaimana cara untuk mencari solusi dalam menyelesaikan permasalahan.
"Korea adalah salah satu lokasi favorit untuk saya kunjungi. Saya menyukai makanannya, teknologinya, musiknya, dan yang paling penting Korea adalah tempat favorit bagi anak perempuan saya," kata Jokowi membuka pidatonya.
Dalam kesempatan itu, Jokowi menunjukkan foto dirinya bersama dengan putrinya dan juga Choi Min-Ho saat menghadiri pertunjukan dari grup Shinee dua tahun lalu kala masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Hadirin pun langsung memberikan tepuk tangannya dengan riuh.
Kemudian Jokowi berbagi pengalamannya ketika pertama kali memulai karirnya di bidang politik sebelas tahun yang lalu sebagai Wali Kota Solo. Dia menyampaikan gaya kepemimpinannya yang selalu ingin berinteraksi dengan rakyat secara langsung.
"Saya hanya blusukan, blusukan, dan blusukan. Hanya dengan blusukan dan berbicara langsung dengan masyarakat, saya bisa menemukan hal-hal yang menarik," ucapnya menceritakan.
Dia menceritakan, salah satu masalah besar di Kota Solo kala itu yang ditemukan saat blusukan ialah banyaknya pedagang-pedagang ilegal yang tidak teratur di alun-alun kota. Adanya para pedagang ilegal tersebut menyebabkan kemacetan di jalan-jalan sekitarnya dan menimbulkan tumpukan sampah di mana-mana.
"Banyak Wali Kota sebelumnya yang sudah mencoba untuk mengatasi masalah ini. Namun, setiap kali mereka mencobanya, muncul kerusuhan dan demonstrasi. Kemudian semuanya mengatakan kepada saya bahwa masalah tersebut sudah tidak bisa dibenahi lagi," ujar dia.
Kemudian ia mencoba untuk bertemu dengan para pedagang tersebut untuk memecahkan masalah. Tak cukup hanya dengan sekali pertemuan, Jokowi secara rutin terus mengajak mereka berkumpul bersama.
"Pada akhirnya saya berkumpul dengan mereka sebanyak 54 kali. Saya juga undang mereka untuk sarapan, makan siang, dan makan malam sekitar 20 kali," bebernya.
Kemudian, lanjutnya, apa yang dilakukan saat itu tidak sia-sia, setelah tujuh bulan, para pedagang tersebut setuju untuk direlokasi ke tempat yang jauh lebih baik untuk mereka. Lokasi yang baru tersebut memang sengaja dipersiapkan untuk mereka sejak jauh-jauh hari. Sejak saat itu, alun-alun kota menjadi tempat yang nyaman bagi para keluarga untuk rekreasi.
Lebih jauh, Jokowi mengutarakan bahwa empat tahun kemudian, dirinya dipercaya untuk memimpin Kota Jakarta yang disebutnya hanya sedikit lebih besar dari Solo. Walau hanya sedikit lebih besar dari kota Solo, Jokowi berpendapat bahwa masalah yang ada di Jakarta jauh lebih besar. Di Jakarta lanjutnya, dirinya juga melakukan blusukan.
"Yang saya lakukan adalah blusukan, blusukan, dan blusukan," ucap mantan Wali Kota Solo tersebut.
Menurut di, permasalahan di Jakarta memang jauh lebih banyak, namun solusi untuk menyelesaikan permasalahan tersebut hampir sama dengan saat ketika menjabat Wali Kota Solo. Jokowi juga mengutarakan bahwa saat menjabat di Jakarta inilah istilah "blusukan" kemudian menjadi populer.
"It means management by walking around," jelas Jokowi mendefinisikan istilah blusukan kepada para hadirin.
Namun, ketika memimpin Indonesia, Jokowi menyampaikan bahwa dirinya tidak lagi melakukan blusukan.
"Sekarang saya terbang, saya masih ingin blusukan, namun Indonesia adalah negara yang besar," ujarnya disambut tawa hadirin.
Namun demikian, Jokowi buru-buru menambahkan bahwa dirinya hanya bercanda. Dia mengatakan bahwa dirinya tetap melakukan hal yang sama ketika saat ia menjabat sebagai wali kota meskipun dirinya kini dipercaya menjadi pemimpin di sebuah negara besar, Indonesia.
Era Baru, Permasalahan Baru
Dia menambahkan, kini era baru, di mana terjadi inovasi yang belum pernah ada sebelumnya seperti robot, artificial intelligence, dan lain sebagainya. Namun, di waktu yang bersamaan, mmenurutnya timbul pula ketidakstabilan baru berupa ketimpangan pendapatan, ancaman keamanan, serta kondisi ekonomi yang tidak menentu.
"Saya percaya bahwa inovasi akan menciptakan kemenangan sekaligus kekalahan," tutur dia.
Oleh sebab itu, Jokowi berpesan agar semua pihak harus berhati-hati dalam menjaga perbedaan antara pemenang dan yang kalah. Sebab, bukan tidak mungkin kekecewaan akibat kekalahan akan menimbulkan rasa malu yang luar biasa sehingga menimbulkan kemarahan dan akhirnya melahirkan kelompok ekstrimis dan radikal yang tidak segan melakukan tindak kekerasan.
Menutup pidatonya, Jokowi menekankan bahwa Indonesia memiliki moto harmoni dalam perbedaan. Ratusan suku bangsa yang ada di Indonesia memiliki kebudayaan yang berbeda-beda dengan agama yang berbeda-beda. Oleh karena itu, Indonesia berupaya menciptakan harmoni berupa sikap toleransi dalam memandang perbedaan-perbedaan tersebut.
"Jika kita berjalan dan bekerja bersama-sama, akan lebih banyak orang yang bergabung dengan kita. Sampai pada akhirnya kita memiliki semuanya. Semuanya," tutup dia.