"Tidak ada itu, saya tidak terima Alphard," kata Bestari usai diperiksa di gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (16/5/2016).
Pernyataan Bestari untuk menanggapi isu miring yang menyebutkan sebagian anggota DPRD menerima mobil dan tiket pelesiran ke luar negeri terkait pembahasan raperda.
"Memang saya terima mobil Alphard dari Sanusi. Tapi itu rencananya saya mau beli, bukannya gratifikasi," kata Bestari pada Senin (4/4/2016).
Bestari bercerita awal Februari lalu, dia hendak mengganti mobilnya, Toyota Fortuner, menjadi Alphard. Lalu dia bicara kepada Sanusi karena Sanusi punya bisnis showroom.
Selanjutnya, Bestari ditawari Sanusi mobil Alphard warna putih. Bestari kemudian diberikan kesempatan untuk test drive.
Bestari pun mencoba mobil tersebut dengan membawanya pulang ke rumah.
Saat itu, Bestari sempat curiga dengan mobil tersebut karena tidak ada surat Bukti Pemilik Kendaraan Bermotor. Apalagi, STNK yang Bestari tiba-tiba diminta.
"Cuma sebulan mobil itu sama saya. Akhirnya saya kembalikan. Apalagi lagi ada kasus begini, saya takut disangkutpautkan," kata anggota Balegda DKI.
Hari ini, Bestari kembali dipanggil KPK untuk kembali diperiksa terkait kasus raperda reklamasi Teluk Jakarta. Usai diperiksa, dia menjelaskan baru saja dimintai keterangan terkait proses pembahasan raperda.
"Pemeriksaan seputar persidangan, pembahasan saja. Saya pribadi tidak kenal sama Ariesman," kata Bestari.
Suara.com - Kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan KPK terhadap Sanusi pada Kamis (31/3/3016) malam. Ketika itu, dia masih menjabat Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra. Dia diduga menerima suap senilai Rp2 miliar dari Personal Assistant PT. Agung Podomoro Land (Tbk) Trinanda Prihantoro. Uang tersebut diduga titipan dari Presiden Direktur PT. Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja.
Sehari setelah itu, Jumat (1/4/2016), Ariesman Widjaja menyerahkan diri ke KPK.
Ketiga orang ini telah ditetapkan menjadi tersangka dan KPK terus mendalaminya.
Kasus dugaan penyuapan ini disinyalir untuk mempengaruhi proses pembahasan raperda tentang reklamasi. Ada tiga kewenangan pengembang yang diatur dalam rancangan. Yakni, keharusan menyerahkan fasilitas umum dan sosial, seperti jalan dan ruang terbuka hijau, kontribusi lima persen lahan, serta kontribusi tambahan sebesar 15 persen untuk menanggulangi dampak reklamasi.
Pengembang diduga keberatan dengan kontribusi tambahan 15 persen yang diatur di Pasal 110 Raperda Tata Ruang. Mereka pun melobi DPRD agar nilainya turun jadi lima persen.