Suara.com - Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menilai penyelenggaraan kongres bertema rakyat lawan penggusuran yang diselenggarakan di kolong tol Ir. Wiyoto Wiyono, Penjaringan, Jakarta Utara, Minggu (15/5/2016) kemarin, merupakan hal biasa.
"Silakan saja. Biasa saja kalau orang begitu. Sekarang kamu tanya, kamu pilih Waduk Pluit bersih sekarang atau kumuh," ujar Ahok usai melakukan peninjauan ujian sekolah di Sekolah Santa Maria, Pecenongan, Jakarta, Senin (16/5/2016).
Menurut Ahok aksi tersebut tidak mendidik. Mempertahankan pemukiman kumuh di kolong tol, menurut Ahok, justru bisa membahayakan keselamatan warga. Seperti yang pernah terjadi, kebakaran di kolong tol mengakibatkan kerugian materi, bahkan korban jiwa.
"Terus dimana ada orang yang ngajarin tinggal di kolong tol. Kamu inget nggak dulu tol kebakaran, sampai macet, lalu menimbulkan kerugian dan belum lagi korban jiwa," katanya.
Tetapi, Ahok tidak akan melarang warga menyelenggarakan pertemuan-pertemuan seperti kemarin untuk memprotes kebijakan penertiban pemukiman kumuh.
Ahok mengibaratkan acara kongres seperti seperti anak-anak yang tidak menurut perkataan orangtua. Padahal, mereka menduduki tanah negara.
"Silakan saja. Ini biasa saja. Kayak orangtua ngajarin anak , ini anak-anak sudah terbiasa hidup dengan enak," kata Ahok.
Ahok mengatakan setiap kali ada kebijakan penertiban pemukiman kumuh, selalu ada kompensasi tempat tinggal baru bagi warga, misalnya bisa menempati rumah susun sewa sederhana bagi yang ber-KTP Jakarta, kemudian Kartu Jakarta Pintar bagi warga yang punya anak sekolah.
Lantas Ahok membandingkan dengan kebijakan penertiban untuk proyek reklamasi di Muara Dadap, Tangerang, dimana warga tidak diberi ganti rugi karena mereka tinggal di tanah negara.
"Di Dadap ada yang ribut nggak, nggak dikasih KJP, rusun, bus gratis bahkan modal. Mungkin Dadap Bupatinya bukan Ahok, kalau Ahok pasti banyak yang bantuin," kata dia.