Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi akan memeriksa pemeriksaan anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan Yuke Yurike sebagai saksi untuk tersangka Direktur Utama PT. Agung Podomoro Land (Tbk) Ariesman Widjaja. Hal ini terkait kasus dugaan suap terhadap bekas Ketua Komisi D DPRD dari Fraksi Gerindra M. Sanusi atas pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di Pantai Utara Jakarta Tahun 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang dan Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka AWJ," kata Pelaksana Harian Kepala Biro Hubungan Masyarakat KPK Yuyuk Andriati, Senin (16/5/2016).
Selain itu, KPK juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap anggota DPRD DKI dari Fraksi Partai Nasional Demorkat Bestari Barus sebagai saksi untuk tersangka Ariesman.
Dalam kasus ini, Yuke baru satu kali diperiksa, sedangkan Bestari sudah dua kali dimintai keterangan penyidik.
Saksi lain yang juga akan diperiksa KPK dalam kasus yang sama ialah karyawan Agung Sedayu Group: Zainuddin dan Syaiful Zuhri, kemudian Kepala Dinas Kelautan Pertanian dan Ketahanan Pangan Propinsi DKI Darjamuni.
Dalam kasus ini, KPK telah memeriksa belasan orang, baik dari kalangan DPR, pemerintah, termasuk Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, dan pengembang reklamasi Teluk Jakarta.
Suara.com - Kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan KPK terhadap Sanusi pada Kamis (31/3/3016) malam. Ketika itu, dia masih menjabat Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra. Dia diduga menerima suap senilai Rp2 miliar dari Personal Assistant PT. Agung Podomoro Land (Tbk) Trinanda Prihantoro. Uang tersebut diduga titipan dari Presiden Direktur PT. Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja.
Sehari setelah itu, Jumat (1/4/2016), Ariesman Widjaja menyerahkan diri ke KPK.
Ketiga orang ini telah ditetapkan menjadi tersangka dan KPK terus mendalaminya.
Kasus dugaan penyuapan ini disinyalir untuk mempengaruhi proses pembahasan raperda tentang reklamasi. Ada tiga kewenangan pengembang yang diatur dalam rancangan. Yakni, keharusan menyerahkan fasilitas umum dan sosial, seperti jalan dan ruang terbuka hijau, kontribusi lima persen lahan, serta kontribusi tambahan sebesar 15 persen untuk menanggulangi dampak reklamasi.
Pengembang diduga keberatan dengan kontribusi tambahan 15 persen yang diatur di Pasal 110 Raperda Tata Ruang. Mereka pun melobi DPRD agar nilainya turun jadi lima persen.