Suara.com - Di tengah polemik tentang gencarnya aparat keamanan menindak aktivitas warga yang menggunakan label komunisme, seperti palu arit, di media sosial muncul foto menghebohkan.
Foto tersebut menampilkan putri keempat almarhum mantan Presiden Soeharto, Siti Hediati Hariyadi tengah memegang palu dan arit di tengah hamparan padi yang menguning. Arit dipegang pakai tangan kanan, dan palu di tangan kiri. Perempuan yang akrab disapa Titiek Soeharto itu terlihat tersenyum sumringah sambil mengangkat kedua benda.
Titiek Soeharto rupanya tahu fotonya beredar di media sosial. Dia tahu setelah ada follower yang menginformasikan kepadanya.
Titiek Soeharto pun mengklarifikasi bahwa foto tersebut sudah tidak asli.
"Assalaamu 'Alaikum Wr Wb... Selamat malam... Terima kasih atas info foto saya yang diedit membawa palu arit dan disebarluaskan melalui medsos...," tulis ketua DPP Partai Golkar di Facebook dan Twitter.
Followers menyarankan Titiek Soeharto untuk melaporkan kasus tersebut ke polisi. Tetapi, Titiek Soeharti masih mempertimbangkannya.
"Semoga tidak diulangi oleh yang bersangkutan.. Atas masukan teman-teman semua untuk melakukan langkah-langkah yang diperlukan, akan saya pertimbangkan... Sekali lagi terima kasih atas info dan masukan-masukannya...," tulis anggota DPR RI dari Fraksi Golkar.
Sementara itu, sebelum Presiden Joko Widodo menginstruksikan aparat tak kebablasan merespon kebebasan berekspresi masyarakat, marak sekali penangkapan, pelarangan, pembubaran paksa, intimidasi terhadap hak warga untuk berkumpul dan berekspresi dengan menggunakan label-label tertentu terus menerus terjadi di Indonesia.
Organisasi sipil yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat untuk Demokrasi menilai adanya upaya menciptakan musuh palsu. Yaitu seolah-olah berlawanan dengan kehendak rakyat. Caranya dengan menyebarkan kembali rasa takut terhadap komunisme dan lesbian, gay, biseksual dan transgender.
"Upaya-upaya ini justru dilakukan dengan melawan hukum yang merupakan wujud pengulangan sejarah kelam bangsa Indonesia di masa pemerintah otoriter Orde Baru yang nyatanya adalah musuh sejati," ujar perwakilan Gema Demokrasi, Asep Komarudin, dalam jumpa pers di gedung LBH Jakarta, Kamis (12/5/2016).
Asep menambahkan cap kepada gerakan rakyat -- yang sebenarnya bekerja untuk demokrasi -- tidak ada kaitannya dengan penyebaran paham komunisme, marxisme, dan leninisme.