Yapto Kritik Intelijen: Warning Alert, Tidak Bekerja

Jum'at, 13 Mei 2016 | 17:07 WIB
Yapto Kritik Intelijen: Warning Alert, Tidak Bekerja
Kepala Badan Intelijen Negara Sutiyoso didampingi Deputi 6 Bidang Komunikasi dan Informasi Bambang Wiyono dan Deputi 2 Bidang Dalam Negeri Tamrin [suara.com/Oke Atmaja]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ketua Umum Pemuda Pancasila Yapto Soerjosoemarno mengkritik kinerja intelijen yang menurutnya tidak bekerja sesuai dengan fungsinya. Hal ini menyusul polemik di tengah masyarakat mengenai isu komunisme akhir-akhir ini.

"Intelijen Indonesia sudah tidak bekerja sebagaimana mestinya. Warning alert tidak bekerja," ujar Yapto di acara silaturahmi dengan menteri pertahanan, purnawirawan TNI/Polri, dan organisasi masyarakat terkait antisipasi bahaya kebangkitan PKI di Balai Kartini, Jakarta, Jumat (13/5/2016).

Yapto juga menilai pemerintah tidak tegas dalam menegakkan hukum terhadap aktivitas yang bertentangan dengan nilai Pancasila.

"Apabila pemerintah tidak bisa menegaskan hukum di negara ini. Maka kita (PP) yang akan menegakkan hukum kepada orang-orang yang apancasilais (tidak Pancasila)," katanya.

Yapto meminta pemerintah terus menerus mensosialiasikan bahaya paham komunisme kepada masyarakat. Jika aparat hanya menangkap para pemakai kaos berlogo palu arit, katanya, tidak mengedukasi masyarakat.

"Kalau cuma nangkepin yang pakai kaos (komunis), bisa saja mereka beli nggak ngerti," katanya.

Maraknya penangkapan, pelarangan, pembubaran paksa, intimidasi terhadap hak warga untuk berkumpul dan berekspresi dengan menggunakan label-label tertentu terus menerus terjadi di Indonesia akhir-akhir ini.

Organisasi sipil yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat untuk Demokrasi menilai adanya upaya menciptakan musuh palsu. Yaitu seolah-olah berlawanan dengan kehendak rakyat. Caranya dengan menyebarkan kembali rasa takut terhadap komunisme dan lesbian, gay, biseksual dan transgender.

"Upaya-upaya ini justru dilakukan dengan melawan hukum yang merupakan wujud pengulangan sejarah kelam bangsa Indonesia di masa pemerintah otoriter Orde Baru yang nyatanya adalah musuh sejati," ujar perwakilan Gema Demokrasi, Asep Komarudin, dalam jumpa pers di gedung LBH Jakarta, Kamis (12/5/2016).

Asep menambahkan cap kepada gerakan rakyat -- yang sebenarnya bekerja untuk demokrasi -- tidak ada kaitannya dengan penyebaran paham komunisme, marxisme, dan leninisme.

Menurutnya kelompok yang dituduh tersebut justru kelompok yang menyuarakan anti kapitalisme dan menolak manifes Orde Baru dalam iklim pembangunan demokrasi.

"Yang sebenarnya terjadi adalah menguatnya kembali orde baru dengan militerismenya. Hal ini terlihat dari upaya militer meminta dan juga dilibatkan untuk lebih berperan dalam penyelesaian atas masalah 'musuh rakyat," kata dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI