Suara.com - BPK dalam audit IHPS 2014 dan 2015 menemukan indikasi permasalahan dalam pengelolaan dana Kunjungan Kerja DPR senilai Rp945.465.000.000.
Dalam pernyataan tertulis Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran Yenny Sucipto menyebutkan beberapa modus, di antaranya ada yang tidak melaporkan hasil kunjungan kerja, baik laporan keuangan maupun laporan kegiatan.
Yenny mengatakan alur pertanggungjawaban seharusnya, anggota melaporkan kepada sekretaris jenderal DPR dan kemudian dilakukan audit.
Menurut Yenny permasalahan ini setidaknya membuktikan bahwa, pertama, anggota DPR tidak berkomitmen dalam laporan kunker sehingga menguatkan bahwa kunker hanya plesiran semata.
"Ini pemborosan anggaran," kata dia.
Kedua, kata Yenny, adanya kelemahan internal DPR dalam transparansi dan akuntabilitas yaitu seharusnya sekjen memaksa anggota, melalui fraksi atau komisi untuk melaporkan.
"Kelemahan ini juga tanggungjawab sekjen DPR," katanya.
Ketiga, katanya, fraksi secara politik juga kurang berkomitmen mendorong akuntabilitas politik di DPR, seharusnya ini bentuk menjaga lembaga DPR yang kepercayaannya terus tergerus di mata masyarakat.
Untuk itu Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran mendorong KPK untuk menindaklanjuti hasil temuan BPK sehingga bisa dibawa ke proses hukum. Selain itu, mendorong agar fraksi menghukum anggotanya yang tidak melaporkan hasil kunker berupa laporan keuangan dan program.
"Metode keuangan kunker berupa lumsum juga harus dirubah karena ini menguntungkan anggota DPR dan model ini tidak akuntabel. Moratorium dan reformasi anggaran di DPR menjadi kebutuhan yang mendesak," kata Yenny.