Suara.com - Komunitas Ciliwung Merdeka bersama warga sudah melakukan pendataan dan hasilnya warga punya bukti surat-surat kepemilikan atas tanah. Itu sebabnya, mereka menolak rencana Pemerintah Provinsi Jakarta menggusur pemukiman mereka di dekat Sungai Ciliwung akhir Mei ini. Ditambah lagi, warga sedang menempuh upaya hukum ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam bentuk class action atau gugatan perwakilan kelompok
"Kita sudah lakukan gugatan itu, warga semua rutin dan wajib membayar Pajak Bumi dan Bangunan, kok tiba-tiba pemprov menyebutkan ini tanah pemerintah," kata pengacara warga, Vera Soemarwi, di Sanggar Ciliwung Merdeka, Jalan Bukit Duri I, nomor 21, RT 6, RW 12, Kelurahan Bukit Duri, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (12/5/2016).
Vera menambahkan pemerintah harus menunjukkan bahwa tanah yang ditempati warga adalah aset negara.
"Warga punya kok, sebagian surat tanah yang saat ini sedang kita akan gugat, pemprov juga harus buktikan bahwa itu tanah negara, jangan sampai pemprov tidak mempunyai bukti untuk itu," kata Vera.
Vera mengatakan warga Bukit Duri sambil terus mengikuti proses gugatan di pengadilan.
"Warga Bukit Duri warga yang penuh keyakinan bahwa perubahan kebijakan dalam pengelolaan kota masih bisa diupayakan," kata Vera.
Dari Balai Kota Jakarta, Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjelaskan bahwa pemerintah akan tetap menertibkan pemukiman warga yang berada di area yang bukan untuk tempat tinggal.
"Kita nggak gusur warga Bukit Duri, ini kasusnya sama seperti Kampung Pulo, kita menggusur rumah-rumah liar yang di atas penampang Kali Ciliwung," kata Ahok.
Ahok mengatakan kalau penertiban bangunan ditunda-tunda, proyek normalisasi Kali Ciliwung sepanjang 1,9 kilometer di Kampung Melayu dan Bukit Duri ikut tertunda. Proyek tersebut ditargetkan selesai 2016.
"Ya harusnya akhir bulan ini. Kalau kita nggak mau akhir bulan ini proyek Kali Ciliwung nanti tertunda," kata Ahok.