Suara.com - Sedikitnya 30 orang tewas serta 22 lainnya luka-luka dalam aksi kekerasan menjelang dan selama pemilihan presiden di Filipna berlangsung. Hal ini seperti data yang dilansir Komisi Hak Asai Manusia (CHR) Filipina.
Kepala pelaksana CHR Filipina Gemma Parojinog mengatakan ada 72 lokasi pencoblosan yang diwarnai kekerasan, pembunuhan, peledakan, penembakan serta pelecehan seksual. Peristiwa terjadi di rentang Maret 2015 hingga April tahun ini.
Sementara itu, Ketua CHR Chito Gascon mengatakan peristiwa semestinya tak boleh terjadi saat Pemilu. "Seharusnya tak ada orang yang terbunuh dalam pemilu atau menjelang pemilu," katanya.
"Saat pemilu berjalan damai di sebagian besar wilayah Filipina, kita justru tertuju pada daerah yang terjadi kekacauan. Kita fokus pada pembunuhan dan korban luka-luka, namun justru terjadi intimidasi dengan membeli suara," lanjutnya.
Pernyataan Chito berkaitan dengan pemberian sekarung beras dan uang kepada calon pemilih yang dilakukan salah seorang kandidat presiden di wilayah Lipa, Batangas. Menurut Lente (Badan Pengawas Pemilu Filipina) jari mereka dipaksa dibubuhi tinta dan diminta tak mencoblos.
"Kami masih mengantisipasi kemungkinan intimidasi dan kekerasan saat dilakukan penghitungan suara serta verifikasi," tutur Chito.
Hasil hitung cepat, kandidat presiden Rody Duterte mengungguli empat calon lainnya dengan perolehan suara sementara sebesar 38,55 persen. Sementara kandidat wakil presiden Leni Daang Matuwid Robredo hampir bisa dipastikan duduk di kursi orang nomor dua Filipina dengan jumlah suara sebesar 35,12 persen. (Inquirer.net)