Suara.com - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Said Aqil Siradj mengatakan saat ini belum ada titik temu antara Islam dan kebangsaan. Pasalnya, kata dia, banyak ulama yang masih bermimpi sistem Islam khilafah, sementara kaum nasionalis kurang peduli soal itu.
"Ulamanya menolak nasionalisme, maunya khilafah Islamiyah, yang nasional nggak peduli sama Islam. Alhamdulillah kakeknya Gus Dur, pendiri PBNU orang yang ulama-nasionalis, nasionalis-ulama. Makanya kita harus mampu membangun cara Islam kita yaitu Islam Nusantara, Islam yang sinergi dengan budaya, sinergi dengan peradaban dan sinergi dengan bangsa," ujar Said dalam jumpa pers Internasional Summit of The Moderate Islamic Leaders di Jakarta Convention Center dengan tema Islam Nusantara: Inspirasi Peradaban Dunia yang dibuka hari ini, Senin (9/5/2016) sampai Rabu 11/5/2016).
Said mengatakan paham radikalisme hadir di tahun 1990-an. Saat itu, katanya, tidak pernah terjadi konflik antara organisasi Islam, antara NU, Ahmadiyah, dan Syiah.
"Radikalisme bukan wataknya orang Indonesia, apalagi Islam. Itu baru saja belakangan tahun 90-an ke sini. Dulu nggak ada konflik NU dengan Ahmadiyah dengan Syiah, walaupun kita beda jelas, tapi nggak ada bakar atau bunuh," kata dia.
"Ini pengaruh dari luar atau sengaja ada yang transfer konflik di Timur Tengah dipindah atau diimpor ke dalam negeri ini," Said menambahkan.
Acara Internasional Summit of The Moderate Islamic Leaders pagi tadi dibuka Wakil Presiden Jusuf Kalla. Hadir dalam acara pembukaan, antara lain mantan Presiden Megawati Soekarnoputri, Menteri Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin, Said Aqil, ratusan ulama dari 50 negara dan dalam negeri.