Suara.com - Belasan warga Meruya Selatan, Kembangan, Jakarta Barat mendatangi Gedung Balai Kota DKI Jakarta, Senin (9/5/2016). Kedatangan mereka untuk mengadu kepada Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnana (Ahok) soal tanah mereka yang direbut oleh sebuah perusahaan.
"Tanah kami diambil alih secara fisik oleh Porta Nigra," klaim Teguh di Balai Kota DKI Jakarta.
Lelaki berusia 62 tahun ini menceritakan kalau tembok rumah warga saat ini sudah diberikan patok berupa tempelan atau spanduk oleh PT PN. Padahal kata Teguh tanah yang sudah mereka tempati itu warga sudah memiliki sertifikat.
"Tembok-tembok rumah kami ditempelin. Mereka datang bersama TNI dan Polri. Kami merasa diintimidasi, ditakut-takuti. Padahal lahannya itu udah sertifikat hak milik. Tapi dikavling dipasangi patok itu tanah mereka," jelas Teguh.
"Mana buktinya kalau itu tanah mereka? Ini sertifikat hak milik, hak guna bangunan semua punya warga," katanya menambahkan.
Menanggapi hal tersebut, Ahok mengaku tak heran kalau di Jakarta banyak pihak yang mengklaim memiliki sertifikat tanah. Padahal, kata Ahok, mereka hanya memiliki sertifikat verponding atau tanah yang dulunya dimiliki pemerintah kolonial Belanda.
"Di Jakarta itu banyak sekali kasus orang-orang datang, ngaku dengan alasan tanah verponding, girik lah, tetapi tiba-bisa menang (apabila gugat di pengadilan)," kata Ahok.
Mantan Bupati Belitung Timur ini bahkan memberikan contoh bekas kantor Wali Kota Jakarta Barat yang berada di Jalan S. Parman yang seharusnya zona merah dan diperuntukan untuk pemerintah DKI. Namaun saat digugat oleh Yayasan Saweri Gadung di pengadilan kalah.
"Lalu hanya karena kesaksian seorang lurah lalu kami kalah. Udah kalah, kami juga wajib bayar sewa ke dia Rp40 miliar. Dia tidak pernah wajib bayar PBB," kata Ahok.
"Lalu gedung dirobohkan, sertifikat dicabut. Lalu apa yang terjadi? Tanah itu sekarang ungu, tidak lagi merah. Berarti ada sesuatu."