Suara.com - Markas Besar Kepolisian Indonesia (Mabes Polri) mendatangi kantor Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta. AJI Yogyakarta memberikan sejumlah bukti kebohongan dalam pembubaran perayaan hari kebebasan pers dunia atau World Press Freedom Day, 3 Mei 2016 lalu.
Ketua AJI Yogyakarta, Anang Zakaria menjelaskan pihak Mabes Polri menyelidiki prosedur yang digunakan Kepolisian Kota Yogyakarta (Polresta Yogyajarta) dalam membubarkan acara WPFD. AJI Yogya memberikan 4 bukti jika pembubaran tersebut tidak berdasar.
"Kami memberikan 3 video dan 1 rekaman. Video itu salah satunya berisi ucapan pihak Polresta yang mengklaim pembubaran itu diperintahkan Kapolda. Ternyata kapolda juga tidak memerintahkan pembubaran. Peryataan Kapolda ada di rekaman suara," kata dia saat dihubungi suara.com, Minggu (8/5/2016).
Sebelumnya acara peringatakan hari kebebasan pers internasional itu sedianya diisi dengan pentas musik dan pemutaran film 'Pulau Buru Tanah Air Beta karya' Rahung Nasution. Pagi hari sebelum acara, AJI Yogyakarta telah mengirim surat undangan ke Kepala Kepolisian Daerah Yogyakarta Brigadir Jenderal Prasta Wahyu Hidayat dan Kepala Resor Kota Yogyakarta untuk menghadiri acara tersebut.
Sorenya sejumlah polisi mendatangi Sekretariat AJI Yogyakarta dan mereka menanyakan izin acara. Polisi menyatakan ada sejumlah kelompok yang tidak setuju dengan pemutaran film tersebut.
Singkat cerita, acara tersebut malam itu dibubarkan oleh Kepala Bagian Operasional Polresta Yogyakarta Komisaris Sigit Haryadi atas perintah Kapolda DIY. Puluhan massa yang berseragam FKPPI (Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra-putri TNI Polri) juga mengintimidasi panitia dan mendesak pembubaran acara. Panitia dipaksa membatalkan pemutaran film walau seratusan jurnalis dan aktivis telah siap untuk menonton. Acara diakhiri dengan menyanyikan Indonesia Raya dan Darah Juang.