Suara.com - Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ledia Hanifa mendesak penegak hukum untuk mengenakan pasal berlapis dan tuntutan pidana maksimal terhadap 14 pemuda yang memperkosa dan membunuh Yuyun (14). Yuyun merupakan pelajar kelas II SMP Negeri 5, Kecamatan Padang Ulak Tanding, Bengkulu.
Pasal berlapis yang dapat dikenakan, menurut Ledia, adalah pasal pemerkosaan, kekerasan terhadap anak, kekerasan terhadap perempuan, pembunuhan hingga mabuk di area umum.
“Karenanya kita bisa berharap kepada penegak hukum agar mereka diberi tuntutan pidana mati atau pidana seumur hidup bagi pelaku dewasa atau yang berusia di atas 18 tahun, dan pidana maksimal bagi pelaku di bawah 18 tahun,” kata Ledia melalui pernyataan tertulis yang diterima Suara.com, Jumat (5/5/2016).
Sebelum melakukan pemerkosaan, para pelaku kejahatan sempat menonton video porno dan mengonsumsi minuman keras berupa 14 liter tuak. Atas dasar itu, Ledia meminta pemerintah tidak hanya memandang dari sisi kekerasan, pemerkosaan, dan pembunuhan semata, tapi juga adanya persoalan pornografi dan miras secara lebih komprehensif.
“Maka penanganannya, selain dari upaya perlindungan perempuan dan anak di masa depan, juga mengatasi persoalan miras dan video porno di tengah masyarakat,” kata Legislator PKS dari Daerah Pemilihan Jawa Barat I yang meliputi Kota Bandung dan Cimahi.
Oleh karena itu, Ledia meminta pemerintah pusat dan daerah untuk secara aktif dan berlanjut menggerakkan program pemberantasan peredaran film porno dan miras. Sebab, peredaran video porno dan miras merupakan bibit kejahatan yang lebih besar.
“Jangan hanya terdorong penanganan pada setiap kali ada kejadian buruk. Jangan beri kesempatan hadir kejahatan berikutnya karena kita tak mampu mengendalikan persoalan miras dan film porno ini,” tegas Master Psikologi dari Universitas Indonesia.
Sedangkan di tingkat masyarakat, pembentukan semacam satuan tugas (satgas) di tingkat RT/RW dapat diupayakan dalam rangka mencegah tindak kejahatan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Hal itu sebagaimana amanat UU Perlindungan Anak dan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang mewajibkan peran aktif masyarakat mulai dari yang paling dekat, mudah, dan mampu dilakukan.
“Para orangtua dan guru, misalnya perlu membentuk jaringan. Begitu pula warga di level RT dan RW. Sehingga bisa cepat berkoordinasi, menginformasikan, melaporkan atau mencegah terjadinya kejahatan di lingkungan. Sehingga bila ada katakanlah perjudian, ada peredaran miras, ada peredaran video porno, peredaran narkoba, ada kumpul-kumpul tak jelas, tawuran, pelecehan seksual, kekerasan dan sebagainya bisa segera diatasi,” kata Ledia.
Yuyun tinggal di Desa Kasie Kasubun, Kecamatan Padang Ulak Tanding, Kabupaten Rejanglebong.
Pemerkosaan dan pembunuhan yang menimpa Yuyun telah menarik perhatian masyarakat luas.
Peristiwa tragis itu terjadi pada 2 April 2016. Sebanyak 12 dari 14 pelaku pelaku telah ditangkap.
Dari 12 pelaku, tujuh orang berusia di bawah 17 tahun dan berkasnya sudah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Curup.
Dalam sidang tuntutan yang digelar pada 3 Mei 2016 di Pengadilan Negeri Curup, tujuh orang tersangka yang masih berstatus anak di bawah umur dituntut 10 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum.
Orangtua Yuyun meminta para pelaku pemerkosaan dan pembunuhan anaknya yang dihukum maksimal hingga vonis mati.
"Saya minta kepada ibu menteri agar para pelaku ini yang masih berstatus anak-anak agar dihukum seumur hidup, dan pelaku yang sudah dewasa agar dihukum mati," kata Yana (30), ibu dari Yuyun, saat menerima kunjungan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise, Kamis (5/5/2016).
Pernyataan orangtua Yuyun disampaikan saat rombongan Menteri PPPA bersama Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti berkunjung ke rumah duka di Desa Kasie Kasubun, Kecamatan Padang Ulak Tanding, Kabupaten Rejanglebong.
Menteri PPPA Yohana Yembise terharu dan geregetan dengan suasana pertemuan itu. Di hadapan orangtua Yuyun menyatakan atas nama Pemerintah RI ikut berbelasungkawa mendalam dan meminta agar para pelakunya yang sudah ditangkap agar dihukum yang berat.
"Ini merupakan kasus internasional, karena sudah diketahui masyarakat dunia. Untuk itu tersangka yang berstatus anak-anak ini sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Anak agar dihukum maksimal 10 tahun dan direhabilitasi. Untuk tersangka dewasa agar dihukum seumur hidup, supaya memberikan efek jera," ujarnya.