Susupi Sel Simpatisan ISIS, Jurnalis Temukan Fakta Mengejutkan

Ruben Setiawan Suara.Com
Rabu, 04 Mei 2016 | 17:14 WIB
Susupi Sel Simpatisan ISIS, Jurnalis Temukan Fakta Mengejutkan
ISIS. (Youtube)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Seorang jurnalis yang menyusup ke dalam sel teroris simpatisan ISIS mengungkap fakta-fakta mengejutkan. Alih-alih menemukan sekelompok pemeluk agama yang taat, sang jurnalis menilai para simpatisan tersebut hanyalah sekumpulan pemuda limbung, frustasi, dan mudah dimanipulasi.

Sang jurnalis, yang menggunakan nama alias Said Ramzi untuk melindungi identitasnya, mengatakan awal mula dirinya bisa menyusup ke dalam sel teroris itu. Ia mengaku dengan mudahnya menghubungi kelompok simpatisan yang menamakan diri "Serdadu Allah" di Facebook.

Bergumul dalam kelompok tersebut selama enam bulan, antara musim panas tahun 2015 hingga bulan Januari 2016, Ramzi merekam diam-diam sejumlah pertemuan yang diadakan kelompok tersebut dengan kamera tersembunyi. Salah satu bahasan rapat adalah rencana menyerang sebuah klub malam.

Video hasil rekaman Ramzi ditayangkan oleh televisi Prancis, Canal+, dalam sebuah program dokumenter berjudul "Serdadu Allah", pada Senin (2/5/2016) lalu.

Jaringan yang disusupi Ramzi beranggotakan 10 orang, dipimpin oleh seorang lelaki berusia 20 tahun yang dipanggil Ossama. Ossama pernah mencoba bergabung dengan ketentaraan Prancis namun gagal. Ramzi mengklaim, Ossama adalah seorang pemuja setan dan pecandu alkohol sebelum akhirnya terpikat ajaran garis keras di dunia maya.

Setelah kedapatan mencoba bergabung dengan ISIS, Ossama dijebloskan ke penjara selama lima bulan. Setelah dibebaskan, ia membentuk kelompok tersebut dan mengklaim dirinya sebagai "emir".

Ossama, yang dibebaskan atas jaminan, menggunakan layanan pengiriman pesan terenkripsi Telegram untuk membangun dan mengorganisir rapat bersama rekan-rekannya yang sama-sama simpatisan ISIS.

Dalam tayangan televisi Canal+, Ossama, si lelaki berdarah Prancis-Turki tersebut terlihat tersenyum ketika membayangkan dirinya ditembak mati dalam sebuah operasi polisi. Ia mengatakan, "martir tidak merasakan sakit".

"Kita harus menyerang sebuah markas militer," kata Ossama dalam sebuah rapat di sebuah taman di Chateauroux, yang direkam diam-diam oleh Ramzi.

"Ketika mereka (para anggota militer) sedang makan, mereka berbaris,... ta-ta-ta-ta-ta...," ujar Ossama menirukan suara rentetan senjata.

Ossama juga menyarankan sebuah serangan ke kantor media massa yang dianggap menyerukan perang terhadap Islam.

"BFM, i'Tele (media Prancis), mereka memerangi Islam. Seperti yang mereka lakukan terhadap Charlie (Hebdo). Kalian harus menyerang mereka di jantungnya. Kejutkan mereka. Mereka tidak terlindung dengan baik. Harus ada ribuan orang Prancis yang mati," kata Ossama.

Ossama bahkan mengajak Ramzi untuk menjadi pelaku bom bunuh diri.

Dalam sebuah rekaman sebuah rapat lain di Stains, wilayah pinggiran Paris, seorang anggota sel menyarankan kelompok tersebut untuk menembak jatuh pesawat yang sedang mendarat di Bandara Le Bourget dengan peluncur roket. Menurut si anggota, peristiwa tersebut dapat membuat Prancis trauma selama seabad.

Kelompok tersebut mendapat perintah langsung dari seorang militan bernama Abu Suleiman, yang disebut-sebut pernah berkunjung ke Raqqa, markas ISIS di Suriah.

Ramzi kemudian diminta datang ke stasiun kereta api dan bertemu dengan seorang perempuan. Si perempuan menyerahkan surat dengan tulisan tangan berisi perintah untuknya.

Dalam surat tersebut dituliskan rencana untuk menyerang sebuah klub malam. Ramzi diminta untuk terus menembak sampai mati, lalu meledakkan diri setelah pasukan keamanan datang ke lokasi.

Ramzi juga dikirimi instruksi untuk mempersiapkan bahan peledak dan jebakan di mobil oleh Abu Suleiman melalui aplikasi Telegram.

Ossama dan anggota sel lainnya dipantau terus oleh badan intelijen Prancis (DGRI). Mereka diciduk pada bulan Desember dan Januari.

Ramzi, si jurnalis yang mengaku berumur 29 tahun, adalah seorang Muslim. Ia menilai, para jihadis ISIS sebagai "pengkhianat".

"Tujuan saya adalah untuk memahami apa yang ada dalam kepala mereka," kata Ramzi kepada AFP.

"Pelajaran utamanya adalah bahwa saya sama sekali tidak melihat Islam dalam hal ini. (Mereka) hanya pemuda yang tersesat, frustasi, cenderung melakukan bunuh diri, dan mudah dimanipulasi," ujar Ramzi.

"Mereka tidak beruntung karena dilahirkan di era di mana ISIS ada. Ini amat menyedihkan. Mereka pemuda yang mencari sesuatu dalam hidup mereka dan itu yang mereka temukan," tutupnya.

Ramzi sendiri berhasil menarik diri dari kelompok tersebut sebelum intelijen bertindak. Kabarnya, si jurnalis menerima pesan yang menyebut bahwa "tugasnya sudah selesai". Tak disebutkan, dari siapa dia menerima pesan tersebut. (Independent)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI