Suara.com - Komisi Perlindungan Anak Indonesia Asrorun Niam Sholeh mengatakan kasus Yuyun (14), pelajar putri SMP asal Desa Padang Ulak Tanding, Kecamatan Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu, telah menciderai upaya melindungi anak-anak dari predator. Yuyun merupakan korban pemerkosaan yang dilakukan 14 pemuda pada pertengahan April 2016 usai pulang dari sekolah dan setelah itu, dia dibunuh.
"Tindak kejahatan seksual yang berakhir pembunuhan ananda Y (14) SMP kelas 2 usai pulang sekolah yang berpapasan yang diperkosa dan dibunuh. Ini lampu kuning perlindungan anak terutama keamanannya," kata Asrorun Niam di gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (3/5/2016).
Menindaklanjuti kasus tersebut, KPK berkoordinasi dengan aparat penegak hukum dan pemerintah untuk memproses pelakunya.
"Penindakan dan penegakan hukum setelah terjadi komitmen penegakan hukum makna kita lakukan koordinasi. Kini terulang karena mekanisme hukum yang belum membuat jera," kata dia.
Asrorun mengatakan KPK selam aini terus-menerus mendorong hukuman berat kepada predator anak. Salah satunya mendesak pemerintah segera mengesahkan Perppu Kebiri.
"Dulu ada soal tentang pengebirian, draf ada, komitmen ada, tapi implementasi perlu didorong lebih cepat," katanya.
Asrorun mengatakan kasus kekerasan seksual di Bengkulu dipicu oleh pengaruh minuman keras. Empat belas pemuda tega memperkosa dan kemudian menghabisi nyawa Yuyun usai menenggak mabuk-mabukan.
"Di Bengkulu faktor pemicu utama adalah minuman keras alkohol. Mereka mabuk bersama 14 orang dalam situasi ini tindak kejahatan berikutnya terjadi," kata dia.
Kasus Yuyun juga menuai simpati di media sosial. Sebagai bentuk keprihatinan dan perlawanan, netizens memakai hastag #NyalaUntukYuyun.
Yuyun ditemukan tak bernyawa pada Senin (4/4/2016) atau setelah beberapa hari hilang. Ketika ditemukan warga, dia dalam kondisi nyaris bugil. Tangan dan kakinya ditali.