Sejumlah elemen dari berbagai organisasi mendesak pemerintah untuk mengusut tuntas kasus perkosaan dan pembunuhan yang dialami pelajar berinisial Y (14) , pelajr pelajar putri SMP asal Desa Padang Ulak Tanding, Kecamatan Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu oleh 14 pemuda usai pulang sekolah.
Aktivis Perempuan Mahardika, Latifa Widuri Retyaningtyas mengatakan kasus yang dialami pelajar berinisial Y menunjukan bahwa kekerasan seksual bisa terjadi dimana-mana, bahkan tempat yang selama ini dianggap aman.
"Ini bentuk kemarahan kita, bagaimana tidak sesorang pelajar SMP di Bengkulu yang baru saja pulang sekolah dibunuh dan diperkosa oleh 14 orang pelaku yang beberapa diantaranya masih merupakan anak dibawah umur. Hal ini menunjukkan bahwa siapapun dapat menjadi korban dan pelaku kekerasan seksual," ujar Aktivis Perempuan Mahardika, Latifa Widuri Retyaningtyas dalam jumpa pers di Kantor LBH, Jakarta , Selasa (3/5/2016).
Oleh karena dirinya dengan sejumlah elemen lain meminta pemerintah untuk segera memberikan payung hukum untuk pencegahan dan perlindungan dari tindakan kekerasan seksual serta pendidikan seksual komprehensif mencegah kekerasan berbasis gender.
Lebih lanjut, dengan terjadinya kasus pelajar berinisial Y , pihaknya meminta pemerintah mengesahkan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual.
"Kita harap pemerintah mengesahkan RUU kekerasan seksual yang sudah masuk Prolegnas 2016, kalau semakin ditunda akan semakin banyak lagi korban," ucapnya.
Di kesempatan yang sama, Triani dari Aliansi Remaja Independen mengatakan kasus pelajar berinisial Y yang diperkosa dan dibunuh oleh 14 orang, merupakan satu dari ribuan kasus kekerasan seksual yang muncul dan tenggelam di pemberitaan di Indonesia. Pihaknya pun meminta negara harus bertanggungjawab terkait kasus kekerasan.
"Negara harus bertanggungjawab jawab untuk bertindak baik pencegahan dan penanganan segala bentuk kekerasan, terutama yang dialami anak," kata Triani.
Dirinya pun mendorong pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dan mendorong RUU ini agar menjadi prioritas pembahasan di 2017.
"Karena UU tersebut diharapkan dapat menjadi payung Hukum dalam memberikan perlindungan kepada semua Warga Negara Indonesia sehingga tidak ada lagi yang menjadi korban kekerasan seksual," ungkapnya.
Sejumlah 118 elemen yang mendukung diusut tuntasnya kasus pelajar Y dan 273 individu. Adapun 118 elemen diantaranya yakni Perempuan Mahardika, Simponi (Sindikat Musik Penghuni Bumi ), Jaringan Muda Melawan Kekerasan Seksual, Aliansi Remaja Indonesia, Politik Rakyat, Federasi Mahasiswa Kerakyatan, NORMA RAE Palu, Srikandi Makassar, Kementrian Perempuan dan HAM, Ardhanary Institute, Sanggar Suara, Komunitas Sehati Masyarakat, dan Federasi Buruh Lintas Pabrik dan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA).