Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Mohamad Taufik pada Selasa(3/5/2016). Ini merupakan pemeriksaan yang keenam kalinya bagi Politisi Gerindra tersebut setelah mencuatnya kasus dugaan suap terhadap anggota DPRD terkait pembahasan Raperda tentang reklamasi melalui operasi tangkap tangan.
Namun, pemeriksaannya kali ini kembali mengundang pertanyaan. Pasalnya, dari enam kali diperiksa, kali ini namanya kembali tidak ada dalam jadwal pemeriksaan reguler yang biasa dikeluarkan oleh KPK. Namun, berdasarkan keterangan Pelaksana Harian Kepala Biro Hubungan Masyarakat KPK, Yuyuk Andriati Iskak, pada hari ini Taufik diperiksa untuk menjadi saksi buat adiknya, Mohamad Sanusi.
"Yang bersangkutan diperiksa tambahan sebagai saksi untuk tersangka MSN," kata Yuyuk saat dikonfirmasi.
Ketua Badan Legislasi Daerah DPRD DKI terkait raperda reklamsi tersebut tampak sudah tiba di Gedung KPK. Namun, dia tidak memberikan komentar sedikit pun terkait pemeriksaannya hari ini. Dia langsung masuk ke dalam Gedung KPK untuk menjalani proses pemeriksaan oleh penyidik KPK.
Selain mrmanggil Taufik,pada hari ini juga, KPK memanggil Wakil Taufik di Balegda, Merry Hotma. Namun, Merry diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Ariesman Widjaja. Baik Merry maupun Taufik, dalam kasus reklamasi ini, keduanya sering menjadi langganan penyidik KPK. Pasalnya, keduanya sudah diperiksa lebih dari tiga kali hingga saat ini.
Kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan KPK terhadap Sanusi pada Kamis (31/3/3016) malam. Ketika itu, dia masih menjabat Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra. Dia diduga menerima suap senilai Rp2 miliar dari Personal Assistant PT. Agung Podomoro Land (Tbk) Trinanda Prihantoro. Uang tersebut diduga titipan dari Presiden Direktur PT. Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja.
Sehari setelah itu, Jumat (1/4/2016), Ariesman Widjaja menyerahkan diri ke KPK.Ketiga orang ini telah ditetapkan menjadi tersangka dan KPK terus mendalaminya.
Kasus dugaan penyuapan ini disinyalir untuk mempengaruhi proses pembahasan raperda tentang reklamasi. Ada tiga kewenangan pengembang yang diatur dalam rancangan. Yakni, keharusan menyerahkan fasilitas umum dan sosial, seperti jalan dan ruang terbuka hijau, kontribusi lima persen lahan, serta kontribusi tambahan sebesar 15 persen untuk menanggulangi dampak reklamasi.
Pengembang diduga keberatan dengan kontribusi tambahan 15 persen yang diatur di Pasal 110 Raperda Tata Ruang. Mereka pun melobi DPRD agar nilainya turun jadi lima persen.
Setelah aroma suap tercium, DPRD DKI Jakarta langsung menghentikan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tersebut.