Menurut dia dalam menyelesaikan masalah tidak perlu mencari siapa yang salah dan siapa yang tidak salah. Soalnya, kata dia, peristiwa 1965 bila dikaji secara mendalam latar belakangnya masalah politik.
"Kalau melihat ke 50 tahun yang lalu, itu adalah persoalan politik. Tentu siapa yang menang pasti akan berbuat juga kepada yang kalah. Hal itu kalau kita mau bawa ke suasana sekarang tentu tidak adil, karena suasana waktu itu dengan sekarang berbeda," ujar dia.
Dalam waktu dekat, kata Luhut, tim peneliti kasus 1965 akan melaporkan daftar lokasi kuburan massal terhadap tahanan politik yang menjadi korban pembantaian. Luhut dan tim peneliti akan menelusurinya.
"Ada teman-teman yang akan memberikan daftar tempat-tempat kuburan massal. Besok saya sendiri yang akan menerima daftar itu untuk memverifikasi," kata dia.
Langkah yayasan ini merupakan kelanjutan dari acara simposium nasional bertema Membedah Tragedi 1965 Pendekatan Kesejarahan yang diselenggarakan di Hotel Aryaduta Jakarta pada Senin dan Selasa (18-19/4/2016) lalu. Acara yang didukung pemerintah ini dilakukan sebagai upaya untuk menyelesaikan konflik dan trauma serta mendudukkan peristiwa 1965 yang sebenarnya dalam perspektif sejarah.
Simposium dihadiri perwakilan pemerintah, seperti Menkopolhukam Luhut Binsar Panjaitan, Menkumham Yasonna Laoly, Jaksa Agung H. M. Prasetyo, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti serta para tokoh dan agamawan Indonesia.