Suara.com - Guru besar hukum internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana mengapresiasi keberhasilan membebaskan 10 Warga Negara Indonesia yang disandera kelompok bersenjata di wilayah perairan Filipina.
Mengingat ada dugaan perusahaan membayar tebusan yang diminta, menurut dia pemerintah perlu bersikap.
Pemerintah harus menegaskan bahwa pemerintah tidak melakukan pembayaran apapun kepada para penyandera. Kalaupun ada pembayaran, hal tersebut dilakukan oleh perusahaan tanpa sepengetahuan pemerintah.
"Pemerintah perlu melakukan klarifikasi ini agar publik paham bahwa pemerintah tidak kalah ketika berhadapan dengan para penyandera," katanya, Minggu (1/5/2016).
Hal yang sama perlu disampaikan ke negara-negara yang warganya turut disandera. Hal ini karena tindakan perusahaan yang membayar tebusan akan mempengaruhi upaya negara tersebut dalam membebaskan para warga yang disandera.
"Pemerintah harus tetap memikirkan empat sandera yang belum dibebaskan. Dalam pembebasan sandera ini pemerintah menghadapi dilema jika perusahaan keempat warga ini tidak mau melakukan pembayaran tebusan," ujarnya.
Menurut dia, pemerintah perlu mengumumkan dan mengimbau agar kapal-kapal berbendera Indonesia ataupun ABK WNI yang bekerja di kapal berbendera asing untuk tidak melewati jalur-jalur laut yang masih dikuasai oleh pemberontak Abu Sayyaf.
Hal ini karena pembayaran dari perusahaan menjadikan kapal berbendera Indonesia atau ABK WNI menjadi sasaran empuk bagi para pemberontak Abu Sayyaf untuk mendapatkan uang tebusan. (Antara)