Hak Pekerja Media Minim, Mutu Produk Jurnalisme Dipertaruhkan

Siswanto Suara.Com
Minggu, 01 Mei 2016 | 11:12 WIB
Hak Pekerja Media Minim, Mutu Produk Jurnalisme Dipertaruhkan
Aksi jurnalis yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI). [Suara.com/Adhitya Himawan]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

“Upah minimum hanya ditujukan untuk pekerja yang masa kerjanya kurang dari satu tahun. Untuk pekerja yang lebih dari satu tahun patokannya bukan lagi upah minimum tapi mengacu struktur dan skala upah,” ujar Ketua Serikat Pekerja Kesejahteraan Karyawan Chandra.

Chandra menambahkan Forum Pekerja Media juga mengecam upaya pemberangusan serikat pekerja di media. Kebebasan berserikat merupakan hak yang dijamin dalam UU Nomor 21/2000 tentang Serikat Pekerja. UU itu menyebut mutasi dan pemecetan terhadap para pengurus dan anggota serikat pekerja sebagai bentuk pemberangusan dan diancam dengan pidana hingga lima tahun dan denda Rp500 juta.

Berkaitan dengan itu, Forum Pekerja Media juga mendesak pemerintah turut mendesak pemenuhan hak-hak pekerja media tersebut. Forum Pekerja Media mendesak perusahaan media untuk patuh terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku terutama di bidang ketenagakerjaan.

Pemerintah pun diharapkan melakukan pengawasan yang serius dan melakukan penegakan hukum atas setiap pelanggaran.

Rendahnya pemenuhan hak-hak pekerja media itu berdampak pada profesionalisme. Misalnya, dengan upah yang tidak layak seorang jurnalis tidak bisa diharapkan menghasilkan produk yang berkualitas dan rentan amplop. Melihat praktik di negara maju, produk jurnalis yang baik itu baru bisa dihasilkan jika kesejahteraan jurnalis juga baik.

“Kalau pekerja media kesulitan memenuhi kebutuhan hidup setiap hari bagaimana mereka
bisa bekerja profesional?” ujar Gofur.

Forum Pekerja Media juga mendukung aksi penolakan terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang pengupahan. PP tersebut memberangus hak berunding buruh dalam menentukan upah. Forum Pekerja Media juga mengecam kekerasan untuk meberangus hak kebebasan berbicara. Pemberangusan ini terjadi terutama oleh kepolisian ketika mengkriminalkan 26 aktivis. Sebanyak 23 buruh, 2 pengacara LBH Jakarta, dan satu mahasiswa menjadi dikriminalkan dengan Pasal karet 216 dan 218 KUHP tentang melawan aparat.

“Kriminalisasi demonstrasi merupakan ancaman nyata kebebasan berbicara,” kata Lukman Hamdun, pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum Pers.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI