Suara.com - Dengan dalih sebagai pekerja profesional, pekerja media kerap tidak mendapatkan haknya. Untuk itu, Forum Pekerja Media menyerukan agar pekerja media mengorganisasi diri dalam bentuk serikat. Selain meperjuangkan haknya, serikat buruh akan menjadi wadah untuk menyerukan aspirasi sebagai bagian dari kelas pekerja.
Para pemilik media sering menggunakan dalih pekerja media melayani masyarakat sembari memerah keringat demi laba. Pekerja media kerap bekerja lebih dari 8 jam tanpa mendapat uang lembur. Padahal, Pasal 78 Ayat 2 UU Tenaga Kerja mewajibkan pengusaha, “wajib membayar upah lembur.” Memerah pekerja media dengan kerja panjang merupakan alasan untuk meminimalisir jumlah pekerja. Ujung-ujungnya, ongkos produksi turun dan laba semakin menggunung.
Selain dalih profesionalisme, pekerja media juga tidak mendapatkan hak karena munculnya hubungan kerja kemitraan.
Ketua Umum AJI Indonesia Suwarjono menyoroti hak-hak pekerja media yang sering disebut dengan istilah kontributor. Menurutnya, perusahaan media menganggap kontributor bukan sebagai pekerja karena dianggap tidak punya hubungan kerja dengan perusahaan. Seringkali hubungan kerja antara kontributor dengan perusahaan media dibuat samar dengan dalih “kemitraan.” Kondisi itu membuat posisi kontributor rentan dilanggar hak-haknya sebagai pekerja.
Dari pantauan AJI, Suwarjono mengatakan 39 persen kontributor tidak mendapat program jaminan sosial yang digelar BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan dan 44 persen kontributor mengaku tidak punya asuransi kesehatan swasta. Parahnya, 22 persen kontributor yang disurvei menerima upah di bawah upah minimum. Akibatnya, kontributor mencari
penghasilan tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
“Kondisi pekerja media sama seperti buruh pada umumnya. Untuk itu pekerja media harus berserikat untuk memperjuangkan hak-haknya sebagai pekerja,” ujar Suwarjono.
Forum Pekerja Media menyerukan agar pekerja media berserikat untuk memperkuat posisi tawar. Survei yang dilakukan AJI tahun 2015 menunjukan dari 2.300 perusahaan media hanya ada 24 serikat pekerja yang aktif.
“Pekerja media harus berserikat untuk memperkuat posisi tawarnya di perusahaan,” kata Ketua Federasi Pekerja Media Independen Abdul Manan.
Dengan serikat, pekerja media dapat meningkatkan perbaikan kesejahteraan dengan tuntutan upah sektoral serta pembentukan struktur dan skala upah. Upah sektoral mensyaratkan adanya perundingan antara federasi pekerja media dengan asosiasi pengusaha media sebagaimana diatur dalam Permenakertrans pasal 11 Nomor 7 Tahun 2013. Selain itu, pekerja media dapat mendesakan struktur dan skala upah pada media.
UU Ketenagakerjaan mengamanatkan pengusaha untuk menyusun struktur dan skala upah dengan memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan dan kompetensi.