Kontras Kritik RUU Terorisme Tak Atur Akuntabilitas Operasi

Jum'at, 29 April 2016 | 14:18 WIB
Kontras Kritik RUU Terorisme Tak Atur Akuntabilitas Operasi
Pasukan Elit Detasemen Jalamangkara (Denjaka) menyelamatkan sandera saat latihan operasi Intelijen Kontra Terorisme di gedung Pelni, Jakarta, Minggu (20/12). [suara.com/Kurniawan Mas'ud]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
Koalisi Masyarakat Sipil mengkritik revisi Undang-undang Tindak Pidana Terorisme yang diajukan Pemerintah ke DPR. RUU tersebut tidak membahas secara spesifik bentuk pertanggungjawaban dan akuntabilitas kinerja aparat penegak hukum dalam operasi pemberantasan terorisme.
 
"Tidak ada mekanisme akuntabilitas terlihat pada saat dilakukan pencegahan, penangkapan, dan penahanan terhadap terduga teroris. Banyak kasus salah tangkap yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, dan tidak diatur bagaimana pemulihan dan rehabilitasi terhadap korban korban salah tangkap," kata Kepala Divisi Pembelaan Hak Sipil Politik Kontras, Putri Kanisia dalam konfrensi pers di kantor Kontras, Jalan Kramat II, Senen, Jakarta, Jumat (29/4/2016).
 
‎Dia menjelaskan, penyiksaan selama proses pemeriksaan bahkan berakibat pada kematian seperti kasus Siyono (terduga teroris), kepada yang diduga melakukan tindak pidana terorisme bukan hal baru. Kasus seperti ini seringkali terjadi, dan dalam hal ini Datasemen Khusus 88 Antiteror maupun tim Brimob Polri tidak pernah transparan.
 
"Dari data yang dimiliki Komnas HAM terhadap sebanyak 121 orang yang diduga melakukan terorisme tewas‎ tanpa menjalani proses peradilan terlebih dahulu. Dalam kerangka HAM, tindakan tersebut masuk dalam extrajudicial killing atau pembunuhan yang dilakukan diluar sistem hukum, tanpa putusan pengadilan," ungkap dia.
 
Putri menuturkan, penerapan prinsip nesesitas dalam operasi yang dilakukan oleh Kepolisian patut dipertanyakan‎. Standar darurat yang membolehkan aparat penegak hukum menggunakan kekuatannya harus dikaji ulang, dan dievaluasi secara menyeluruh.
 
"Sebab selama ini publik tidak mengetahui pertanggungjawaban operasi pemberantasan terorisme yang cenderung tertutup. Harus dilakukan pembenahan dan evaluasi secara keseluruhan," tegas dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI