Suara.com - Gubernur Jakarta menanggapi sindiran Ketua Umum PBB yang juga pengacara, Yusril Ihza Mahendra, yang menyebutkan Ahok mau memakai hasil audit BPK untuk menangani polemik Tempat Pengolahan Sampah Terbadu Bantargebang, Kota Bekasi, Jawa Barat, tetapi enggan mengakui hasil audit BPK untuk kasus pembelian tanah untuk Rumah Sakit Sumber Waras.
"Kamu nggak usah ngomong beliau (Yusril) lagilah, lucu juga kan. BPK itu harus kita terima institusi di dalam UUD 1945-lah. Yang saya protes, kan laporan BPK DKI, harus dibedakan dong (sementara untuk Bantargebang hasil BPK RI)," kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (29/4/2016).
Ahok mengatakan BPK harus dihormati. Tetapi, kata Ahok, hasil audit BPK tidak semuanya harus dituruti.
"Sekarang ada nggak gubernur yang ditangkap masuk penjara? Ada toh, jadi nggak boleh kamu mengatakan semua gubernur sama," kata Ahok.
Ahok mengatakan tidak perlu berdebat dengan Yusril. Soal hukum, katanya, urusan biro hukum pemerintah.
"Kita nggak usah berdebat (dengan Yusril), saya pikir urus saja biru hukum saya. Kalau masalah Yusril, masalah hukum jangan ngomong dengan saya, dia kan pengacara, hadapinya dengan biro hukum saya," kata dia.
Menjelang pilkada Jakarta tahun 2017, Ahok dan Yusril semakin sering bersitegang. Baik Ahok dan Yusril, sama-sama berhasrat ingin maju menjadi gubernur periode 2017-2022.
Tetapi, ketegangan mereka berlatar belakang hukum. Yusril merupakan pengacara PT. Godang Tua Jaya dan PT. Navigate Organic Energy Indonesia, perusahaan pengelola sampah di TPST Bantargebang. Perusahaan ini terancam diputus kontraknya oleh Ahok karena dianggap tak bekerja maksimal.
Dalam kasus rencana revitalisasi kawasan Luar Batang, Jakarta Utara, Yusril menjadi pengacara warga yang menolak penertiban.
Yusril juga merupakan salah satu pengacara warga Bicara Cina dalam sengketa proyek inlet sodetan Kali Ciliwung. Baru-baru ini, PTUN memenangkan gugatan warga. Tetapi, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tak terima dan berencana kasasi ke Mahkamah Agung.