Fraksi PKS DPR menilai Rancangan Undang-Undang tentang Pengampunan Pajak tidak mendesak untuk diselesaikan.
Menurut Wakil Ketua Fraksi PKS Ecky Awal Mucharam kalau pemerintah mau reformasi perpajakan, sebaiknya perbaiki dulu UU yang berkaitan dengan perpajakan, seperti UU tentang Ketentuan Umum Perpajakan.
"Jadi itu (UU Pengampunan Pajak) bukan prioritas yang harus diselesaikan secepatnya," kata Ecky dalam acara Focus Group Discussion Fraksi PKS dengan tema Urgenkah RUU Pengampunan Pajak di DPR, Kamis (28/4/2016).
Ecky mengatakan perlu kehati-hatian dalam menginiasi pembuatan UU Pengampunan Pajak. Rancangannya harus didasari dengan rasa keadilan.
"Jangan sampai atas nama keuntungan ekonomi jangka pendek lalu kita korbankan rasa keadilan. Harus dipertimbangkan matang-matang," kata anggota Komisi XI DPR.
Dia bercerita pemerintah Indonesia pernah melakukan pengampunan pajak sekitar tahun 1980, namun gagal. Kegagalan yang sama, kata dia, juga pernah terjadi pada kebijakan sunset policy pada tahun 2008.
"Oleh karena itu, patut kita pertanyakan mengapa itu semua gagal? Pasti ada masalah yang mendasar yang belum kita perbaiki di sana. Kita telusuri akar masalahnya. Apa benar pengampunan pajak bisa jadi solusi," tuturnya.
Ecky menambahkan pembahasan RUU Pengampunan Pajak akan mengundang banyak masalah kalau tidak didahului reformasi perpajakan.
Menurutnya harus diperbaiki dahulu adminitrasinya, kapasitas perpajakan sendiri yang harus luas, dan penegakan hukum yang diperkuat.
"Karena masih banyak yang bolong-bolong, jangan buru-buru langsung ingin menerapkan pengampunan pajak. Ini bisa meruntuhkan kredibilitas institusi perpajakan itu sendiri nantinya. Apalagi kita menyongsong era keterbukaan data keuangan di 2018 lewat AEOI. Momentum bagi kita untuk melakukan reformasi perpajakan," kata dia.
Menurut Wakil Ketua Fraksi PKS Ecky Awal Mucharam kalau pemerintah mau reformasi perpajakan, sebaiknya perbaiki dulu UU yang berkaitan dengan perpajakan, seperti UU tentang Ketentuan Umum Perpajakan.
"Jadi itu (UU Pengampunan Pajak) bukan prioritas yang harus diselesaikan secepatnya," kata Ecky dalam acara Focus Group Discussion Fraksi PKS dengan tema Urgenkah RUU Pengampunan Pajak di DPR, Kamis (28/4/2016).
Ecky mengatakan perlu kehati-hatian dalam menginiasi pembuatan UU Pengampunan Pajak. Rancangannya harus didasari dengan rasa keadilan.
"Jangan sampai atas nama keuntungan ekonomi jangka pendek lalu kita korbankan rasa keadilan. Harus dipertimbangkan matang-matang," kata anggota Komisi XI DPR.
Dia bercerita pemerintah Indonesia pernah melakukan pengampunan pajak sekitar tahun 1980, namun gagal. Kegagalan yang sama, kata dia, juga pernah terjadi pada kebijakan sunset policy pada tahun 2008.
"Oleh karena itu, patut kita pertanyakan mengapa itu semua gagal? Pasti ada masalah yang mendasar yang belum kita perbaiki di sana. Kita telusuri akar masalahnya. Apa benar pengampunan pajak bisa jadi solusi," tuturnya.
Ecky menambahkan pembahasan RUU Pengampunan Pajak akan mengundang banyak masalah kalau tidak didahului reformasi perpajakan.
Menurutnya harus diperbaiki dahulu adminitrasinya, kapasitas perpajakan sendiri yang harus luas, dan penegakan hukum yang diperkuat.
"Karena masih banyak yang bolong-bolong, jangan buru-buru langsung ingin menerapkan pengampunan pajak. Ini bisa meruntuhkan kredibilitas institusi perpajakan itu sendiri nantinya. Apalagi kita menyongsong era keterbukaan data keuangan di 2018 lewat AEOI. Momentum bagi kita untuk melakukan reformasi perpajakan," kata dia.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo memutuskan membentuk tim khusus untuk mengawal kebijakan pengampunan pajak.
Kendati RUU masih dalam pembahasan DPR, tim tersebut akan mengawal kepastian hukum bagi para peserta tax amnesty.
Suara.com - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro memastikan kebijakan pengampunan pajak tidak akan melihat asal dana repatriasi dari WNI di luar negeri, asalkan kewajiban pajaknya terpenuhi.
"Kami tidak melihat sumber dana, yang penting dana yang masuk, halal, haram atau setengah haram, itu harus membayar pajak," kata Bambang di Jakarta.
Bambang mengatakan pemerintah mengincar tambahan dana untuk penerimaan pajak dari kebijakan ini, serta repatriasi modal agar dana yang kembali bisa bermanfaat bagi perekonomian nasional.
Ia pun memastikan hanya pelanggaran pajak yang diampuni dari kebijakan ini dan sumber repatriasi tersebut tidak menjadi masalah termasuk apabila ternyata dana ini berasal dari tindak kejahatan.
"Intinya kita tidak menentukan pidananya. Kita hanya terima pembayaran pajaknya. Yang kita ampuni pelanggaran pajaknya," kata Bambang.