Sekda Beberkan Bagian Paling Rawan dari Pembahasan Reklamasi

Rabu, 27 April 2016 | 20:02 WIB
Sekda Beberkan Bagian Paling Rawan dari Pembahasan Reklamasi
Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta, Saefullah, usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi kasus reklamasi di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (27/4/2016). [Suara.com/Oke Atmaja]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah mengungkapkan bagian yang paling alot dalam proses pembahasan raperda tentang reklamasi antara badan legislasi daerah dan DPRD DKI Jakarta. Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menginginkan kewajiban pengembang membayar kontribusi tambahan 15 persen, tetapi dewan menginginkan hanya lima persen.

"Terus dalam draf yang diajukan eksekutif, tambahan kontribusi itu 15 persen. Di situlah (mandegnya) dalam pembahasan dengan DPRD. Dengan baleg ini. Yang paling banyak menyita banyak waktu, waktu itu," kata Saefullah usai diperiksa KPK, Rabu (27/4/2016).

Saefullah mengungkapkan dalam perjalanan sempat ada jalan tengah antara eksekutif dan legislatif mengenai kontribusi tambahan 15 persen tadi.

Namun, kata dia, belakangan Ahok sadar dan menolak kalau aturan kewajiban membayar 15 persen bagi pengembang hanya dicantumkan di Peraturan Gubernur.

"Akhirnya kita sempat sampai sepakat, bahwa mengenai kontribusi akan tambahan ini akan diatur melalui pergub. Kita sempat sepakat melalui pergub. Kita sudah laporkan kepada pak gubernur. Pak gubernur tadinya tidak setuju itu diatur dalam pergub. Tapi, ini alot, beliau sempat setuju," katanya.

Akhirnya Pemprov DKI dan DPRD mencari jalan tengah lagi dan keluarlah draf kedua pada tanggal 22 Februari 2016.

"Dalam draf kedua itu, sedikit berubah pasal. Pasal 110 ayat 13, mengenai besaran, mengenai tata cara, soal kontribusi tambahan ini akan diatur melalui pergub," katanya.

Lahirnya draf kedua tersebut, lanjut Saefullah masih terus digodok di rapat pembahasan raperda. Namun hingga kini, kata dia, usulan tentang besaran kontribusi tambahan untuk pengembang masih belum disepakati.

"Yang kita bahas lagi, bahas lagi. Yang akhirnya memang, kita belum sepakat, antara legislatif dan eksekutif tentang besaran kontribusi. Itu saja," katanya.

Singkat cerita, pembahasan dihentikan DPRD. Kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan KPK terhadap Sanusi pada Kamis (31/3/3016) malam. Ketika itu, dia masih menjabat Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra. Dia diduga menerima suap senilai Rp2 miliar dari Personal Assistant PT. Agung Podomoro Land (Tbk) Trinanda Prihantoro. Uang tersebut diduga titipan dari Presiden Direktur PT. Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI