Siang Ini, Ahok Ketemu Jokowi di Istana Bahas Nasib Reklamasi

Rabu, 27 April 2016 | 13:00 WIB
Siang Ini, Ahok Ketemu Jokowi di Istana Bahas Nasib Reklamasi
Nelayan Muara Angke tolak proyek reklamasi di Teluk Jakarta [suara.com/Kurniawan Mas'ud]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) siang nanti sekitar jam 13.00 WIB akan rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo di kantor Presiden, Jakarta Pusat. Salah satu agenda yang akan dibahas mengenai reklamasi di Jakarta atau National Capital Integrated Coastal Development.

"Nanti kan mau ratas. Belum tahu (bahas soal apa). Justru mau dengerin maunya gimana karena satu-satunya cara untuk memperbaiki ini adalah keppres (Keputusan Presiden), jadi sama-sama dengan Presiden," kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (27/4/2016).

Ke Istana, Ahok akan didampingi Deputi Gubernur bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup DKI Oswar Muadzin Mungkasa dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah DKI Jakarta Tuty Kusumawati.

"Ada Oswar atau Bu Tuty," kata Ahok.

Ahok mengatakan proyek reklamasi di Teluk Jakarta yang sekarang dihentikan untuk sementara, nanti harus tetap berjalan. Untuk menjaminnya dibutuhkan payung hukum.

Ahok mengatakan dalam membuat kebijakan reklamasi, pemerintah Jakarta mengacu pada Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995. Khususnya Pasal 4 yang mengatakan wewenang dan tanggungjawab reklamasi ada pada gubernur. Kemudian juga mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008.

Keppres Nomor 52 Tahun 1995 dikeluarkan Presiden Soeharto pada 13 Juli 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Sementara itu, Perpres Nomor 54 Tahun 2008 berisi aturan tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur.

Ahok mengatakan yang dipermasalahkan selama ini adalah mengapa Keppres Nomor 52 Tahun 1995 tetap dipakai sebagai acuan, padahal sudah ada Perpres Nomor 54 Tahun 2008.

Reklamasi Teluk Jakarta belakangan dihentikan gara-gara muncul kasus suap. Kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan KPK terhadap Sanusi pada Kamis (31/3/3016) malam. Ketika itu, dia masih menjabat Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra. Dia diduga menerima suap senilai Rp2 miliar dari Personal Assistant PT. Agung Podomoro Land (Tbk) Trinanda Prihantoro. Uang tersebut diduga titipan dari Presiden Direktur PT. Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja.

Sehari setelah itu, Jumat (1/4/2016), Ariesman Widjaja menyerahkan diri ke KPK.

Ketiga orang ini telah ditetapkan menjadi tersangka dan KPK terus mendalaminya.

Kasus dugaan penyuapan ini disinyalir untuk mempengaruhi proses pembahasan raperda tentang reklamasi. Ada tiga kewenangan pengembang yang diatur dalam rancangan. Yakni, keharusan menyerahkan fasilitas umum dan sosial, seperti jalan dan ruang terbuka hijau, kontribusi lima persen lahan, serta kontribusi tambahan sebesar 15 persen untuk menanggulangi dampak reklamasi.

Pengembang diduga keberatan dengan kontribusi tambahan 15 persen yang diatur di Pasal 110 Raperda Tata Ruang. Mereka pun melobi DPRD agar nilainya turun jadi lima persen.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI