Jokowi Akui Data Acuan di Indonesia Saling 'Bertabrakan'

Selasa, 26 April 2016 | 15:04 WIB
Jokowi Akui Data Acuan di Indonesia Saling 'Bertabrakan'
Presiden RI Joko Widodo berpidato dalam acara KTT LB OKI di JCC, Senaya, Jakarta, Senin (7/3/2016). [Suara.com/Oke Atmaja]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Presiden Joko Widodo mengeluhkan, selama ini data-data yang dimiliki Kementerian dengan Badan Pusat Statistik berbeda-beda. Seperti data kemiskinan, pertumbuhan ekonomi dan lainnya.

"Dari sejak masuk Istana sampai sekarang, kalau saya ingin misalnya data kemiskinan, Kemenkes ada, Kemensos ada, BPS ada. Tapi datanya berbeda-beda," ‎kata Jokowi dalam membuka Pencanangan Sensus Ekonomi dan Peresmian Pembukaan Rapat Koordinasi Teknis Sensus Ekonomi 2016‎ di Istana Negara, Jakarta, Selasa (26/4).

‎Oleh sebab itu, ia meminta mulai sekarang hanya satu lembaga yang berhak mengeluarkan data, yaitu BPS. Data di masing-masing kementerian tidak akan menjadi rujukan lagi bagi Presiden.

"Mulai sekarang saya tidak maau lagi, urusan data pegangannya hanya satu, yaitu di BPS. Tetapi BPS sendiri kalau merilis dara juga yang benar," tegas dia.

Mantan Wali Kota Solo ini mengaku, selama ini dirinya kerab dibingungkan oleh data-data dari Kementerian, Lembaga yang berbeda-beda. Hal itu harus diakhiri.

"Contoh, data tentang produksi beras kita, bagaimana saya akan memutuskan tidak impor beras misalnya, wong datanya meragukan. Kementerian Pertanian seperti ini, Kemendag seperti itu, BPS seperti ini, sedangkan di lapangannya saya lihat berbeda lagi. Sampaikan saja data apa adanya, kalau memang kita harus impor ya impor, tegas. Kalau tidak, ya tidak, tegas. Ini disodori empat lembar berbeda-beda, mana yang mau saya pakai," ujar Jokowi.

Oleh sebab itu, Jokowi mengingatkan agar data survei oleh BPS ke depan harus akurat, valid dan sesuai dengan kondisi di lapangan. ‎Dia juga peringatkan agar pendataan yang dilakukan oleh Kementerian yang karena proyek.

"Ini harus diakhiri, sudah cukup yang seperti itu. Orientasinya jangan lagi proyek. Kemneterian ini ada proyek, cari siapa, stop, stop, stop. Satu sekarang data yang kita pakai, BPS. Tapi kalau tidak benar juga ya hati-hati ya, kroscek, entah sampelnya, pencarian data lapangannya, bila tidak serius akan ada keputusan yang lain," tandas dia.

"Di Indonesia ini memang kita terlalu banyak versi. Misal produksi beras, jagung, versinya banyak. Lalu ketenagakerjaan versinya banyak, BPS punya, perindustrian punya, Menaker punya. Tidak ada yang sama, peta potensi usaha, versinya banyak. Mungkin sering kita memutuskan itu tidak firm, ragu-ragu. Era seperti itu harus kita akhiri. Di sini peran krusial dan strategis BPS, sebab dari data BPS yang ada akan lahir kebijakan yang efektif, yang betul-betul benar baik, karena datanya detail dan akurat".

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI